Pasuruan – GarengPetruk.com
Di tengah harga beras yang naik-turun kayak sinyal WiFi gratisan, rakyat Indonesia kembali dihibur—eh, maksud kami dihebohkan—dengan sebuah konten yang bikin dahi berkerut dan jempol netizen berdzikir marah.
Sebuah video dari akun TikTok @NgobrolSantaiIndonesia viral, bukan karena isinya menenangkan hati, tapi karena berani mengibaratkan kunjungan ke Borobudur sebagai “umrah versi lokal”.
Ya, Anda tidak salah baca. Umrah ke Borobudur.
Netizen pun langsung pingsan virtual.
—
Antara Umrah dan Umrah-Umbrah
Dalam video itu, naratornya entah terlalu santai atau terlalu nekat, menyamakan wisata spiritual ke candi-candi leluhur seperti Ceto, Sukuh, Gunung Lawu, hingga Borobudur, sebagai alternatif dari umrah ke Tanah Suci. “Cuma modal sejuta bisa bolak-balik,” katanya, seolah-olah tanah leluhur ini kayak Alfamart yang buka 24 jam dan bisa pakai QRIS.
Ia juga sempat nyentil masyarakat yang “takut sama budaya sendiri” seperti keris, dupa, blangkon, dan kembang tujuh rupa. Yang bikin netizen mak-jleb, adalah saat ia bilang, “Ngapain mahal-mahal ke Arab, lha wong tanah sucimu di sini kok!”
Plot twist: Netizen ngamuk, tapi bukan karena harga tiket pesawat.
—
Netizen: “Wisata Boleh, Ngomongnya Jangan Kayak Nyenggol Syariat!”
Berbagai komentar panas pun muncul, seperti tahu bulat digoreng dadakan.
Maria.A.Alkaff menegaskan, “Ini udah bukan toleransi, ini udah islamofobia sambil nyenggol-nyenggol agama lain. Mbok ya kalau promosi, jangan pakai istilah suci orang lain.”
Rohta Anjulian lebih santai, tapi tetap nyindir: “Wisata itu penting, tapi jangan sampai istilah ‘umrah’ dipakai buat marketing clickbait. Wisata budaya ya wisata budaya, jangan jadi wisata nyinyir.”
Han menambahkan, “Giliran dikritik nanti playing victim: ‘Kami minoritas, kami didiskriminasi.’ Padahal yang nyenggol duluan ya mereka juga. Main agama kok kayak main ular tangga.”
—
Gareng Bertanya: “Mas, Umrah ke Borobudur Naiknya Travel Atau Becak Onthel?”
Gareng, pengamat budaya kelas emperan, nyeletuk bijak penuh jenaka:
> “Umrah itu ibadah, bukan istilah receh buat gimik promosi. Masa nanti ada paket haji ke Prambanan, atau Aqiqah ke Lembang? Lha terus kurbannya kambing garut pakai batik?”
Petruk Menimpali:
> “Ini bukan soal wisata atau budaya. Ini soal mulut dan narasi yang kudu tahu tempat. Pancasila ngajarin kita menghormati semua agama, bukan ngajarin kita ngambil istilah suci buat lucu-lucuan.”
—
Perlu Edukasi, Bukan Sensasi
Konten ini kembali membuka luka lama soal batas antara ekspresi dan ejekan, antara budaya dan agama, antara promosi dan provokasi.
Borobudur itu agung, megah, dan layak jadi destinasi spiritual. Tapi ya bukan berarti harus dibandingkan dengan ibadah umat lain. Ngerti konteks itu juga bagian dari toleransi. Bukan cuma “ngaku toleran” tapi kerjaannya malah nyenggol keyakinan orang lain buat viewer.
—
Redaksi GarengPetruk.com Menyerukan:
Wisata budaya? Gaskeun.
Promosi sejarah? Top!
Tapi kalau mau viral, jangan sampai nyeret istilah suci demi view TikTok.
Soalnya, kalo salah omong bisa-bisa nanti malah disemprit KPI, diceramahi MUI, dan ditinggal follower juga.
—
Akhir kata dari Gareng dan Petruk:
> “Kalau umrah itu ke Tanah Suci, jangan diplesetin seenak lidah. Tapi kalau niatmu muhrim sama edukasi, yuk mari kita keliling Indonesia dengan akal sehat dan hati yang damai.”
Salam damai, salam toleransi.
Yang penting bukan viral, tapi bernilai.
FIRNAS – Dari Pasuruan sampai ke hati netizen, GarengPetruk.com – Ngguyoni Bangsa, Nggagas Masa Depan.
https://garengpetruk.com/umrah-ke-borobudur-gimik-wisata-yang-bikin-netizen-ngamuk-netralitas-agama-jadi-korban-marketing/
(*)
No comments:
Post a Comment