Oleh FIRNAS.
SITIARJO, SUMBERMANJING WETAN, MALANG – Suasana kebersamaan yang menghangatkan hati terasa kental di Desa Sitiarjo, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. , masyarakat Sitiarjo, baik umat Islam maupun Kristen untuk sebuah acara istimewa: pembagian daging kurban yang diselingi dengan dialog lintas iman yang dipandu oleh Ustadz Ipung Atria dari Malang.
Seorang pembawa acara mengawali dengan sambutan penuh terima kasih atas kehadiran Ustadz Ipung dan timnya, serta antusiasme warga.
"Beliau ini sering kali hadir ke Sitiarjo untuk merangkul umat Islam ataupun umat Kristen yang ada di desa kita, Desa Sitiarjo," ucapnya, menyoroti peran penting Ustaz dalam membangun kerukunan di tengah masyarakat.
---
Membuktikan Toleransi Lewat Ujian Adzan
Ustaz Ipung memulai ceramahnya dengan ucapan salam dan doa bagi hadirin. Ia kemudian menyentuh isu sensitif yang ternyata tidak berdasar di Sitiarjo. "Mohon maaf, di sini saya mendengar katanya kalau ada orang Islam adzan pakai suara lantang di sini dimarahi, dipukuli. Saya mendengar itu," ungkap Ustaz, memancing reaksi serentak dari jemaah yang membantah keras, "Enggak pernah! Enggak ada!"
Untuk membuktikan fakta di lapangan, Ustadz Ipung meminta seorang warga Muslim, Pak Sarwi, untuk mengumandangkan adzan. Pak Sarwi dengan sungguh-sungguh melantunkan adzan.
Ustadz kemudian mengklarifikasi maksud "suara lantang" yang sering disalahartikan. Ia menegaskan bahwa adzan yang dipermasalahkan adalah adzan dengan pengeras suara yang berlebihan, bukan adzan biasa.
"Di sini orang adzan diperbolehkan ya. Yang enggak boleh adzan pakai suara lantang [dengan pengeras suara berlebihan] tidak boleh. Tapi kalau adzan seperti Pak Sarwi tadi, 'Allahu Akbar! Allahu Akbar!', orang di sini guyub rukun. Setuju? Sepakat?" tanya Ustadz, yang dijawab kompak, "Setuju! Sepakat!" oleh seluruh jemaah. Momen ini bukan hanya membuktikan hoaks yang beredar, tetapi juga menegaskan *semangat guyub rukun dan toleransi* yang telah lama terjalin antara Muslim dan Kristen di Sitiarjo.
---
Hikmah Kurban dan Perbedaan Perspektif yang Memperkaya
Pembahasan berlanjut ke inti acara: daging kurban. Ustadz Ipung mengajak seorang anak perempuan bernama Adel, siswa kelas 3 SD 3 Sitiarjo, untuk menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan putranya yang dikurbankan. Dengan polos dan lancar, Adel mengisahkan mimpi Nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih putranya, hingga akhirnya digantikan dengan seekor domba.
Tak berhenti di situ, Ustaz Ipung membuka ruang dialog dengan mengundang Ibu Semianti, seorang jemaah Kristen dari GKJW. Ustaz menanyakan versi kisah Nabi Ibrahim yang dikorbankan menurut kepercayaan Kristen. Ibu Semianti menyebut nama Ishak, berbeda dengan Ismail dalam tradisi Islam. Perbedaan ini tidak menjadi pemisah, justru menjadi dasar untuk Ustaz menjelaskan inti hikmah dari peristiwa kurban.
"Allah ingin membuktikan bahwa manusia tidak boleh dibunuh. Yang boleh dibunuh hanyalah binatang," tegas Ustaz.
Pesan ini menggarisbawahi nilai universal tentang penghormatan terhadap kehidupan manusia, yang melampaui perbedaan tafsir dalam detail kisah keagamaan.
---
Belajar Bersama dan Indahnya Kebersamaan
Dialog berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan ringan seputar tokoh-tokoh dalam Alkitab. Ibu Semianti dan Ibu Vivi, jemaah Kristen lainnya, antusias menjawab pertanyaan dan berhasil mendapatkan hadiah. Momen-momen ini menciptakan suasana rileks dan penuh tawa, menunjukkan bahwa perbedaan iman tidak menghalangi keakraban dan canda tawa.
Di penghujung acara, Ustadz Ipung mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif warga. Ia menekankan bahwa acara tersebut selain sebagai ajang berbagi daging kurban, juga merupakan bentuk hiburan dan sarana untuk mempererat silaturahmi.
"Mohon dimaafkan apabila ada kesalahan kata atau kekurangan di sana-sini. Kalaupun misalnya ini adalah bentuk hiburan saja supaya kita bisa tertawa-tawa," ucapnya.
Acara kemudian ditutup dengan doa dan pembagian daging kurban. Kehadiran Ustaz Ipung Atria di Sitiarjo, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, menjadi contoh nyata bagaimana "dialog lintas iman" dan semangat berbagi dapat menciptakan harmoni yang indah di tengah masyarakat majemuk. Sitiarjo membuktikan bahwa kerukunan bukan sekadar wacana, tetapi sebuah realitas yang hidup dan dirayakan. (*)
https://youtu.be/Ky30NnMs0co?si=bPAhhZe1X8mScPYW
____
Pasuruan. Senin, 16 Juni 2025

No comments:
Post a Comment