Retaknya Jiwa Gaza: Muhammad Husein Ungkap Strategi Zionis Menghancurkan dari Dalam
Oleh FIRNAS.
GAZA – Di tengah beredarnya video-video yang menunjukkan warga Gaza saling menyerang, Muhammad Husein Gaza menyerukan publik untuk tidak termakan narasi "buzzer Zionis" yang menjadikannya bahan olok-olok dan propaganda. Menurut Husein, video-video tersebut hanyalah puncak dari luka membusuk dan penyiksaan jiwa yang dipaksakan selama dua tahun tanpa henti oleh Zionis.
"Ini bukan kisah tentang permusuhannya. Ini adalah kisah tentang luka yang dipaksa membusuk. Tentang jiwa-jiwa yang disayat pelan-pelan tanpa ampun, tanpa jeda selama dua tahun penuh," tegas Husein dalam pernyataannya.
Perang Psikologis dan Kelaparan sebagai Senjata
Husein menjelaskan bahwa strategi Zionis tidak hanya membidik fisik, tetapi juga jiwa warga Gaza. Mereka menyadari bahwa peluru hanya membunuh satu orang, namun kelaparan mampu menghancurkan satu generasi. Tidak ada yang lebih mematikan daripada rasa putus asa yang dibiarkan tumbuh di tengah reruntuhan.
Untuk itu, Zionis sengaja menutup pintu bantuan, memperketat blokade, menghancurkan sekolah, mengepung rumah sakit, dan meninggalkan anak-anak dalam kondisi kelaparan dengan tubuh penuh luka. Namun, hal itu saja belum cukup bagi mereka.
Memecah Belah dari Dalam: Perekrutan Kelompok Anti-Perlawanan
Husein mengungkap strategi Zionis yang lebih licik: merekrut sebagian kecil masyarakat Gaza yang memang telah lama menyimpan dendam pada faksi-faksi perlawanan. Kelompok kecil ini, yang kemudian dipersenjatai dan didorong, memulai kekacauan di antara sesama warga Gaza.
"Salah satunya ada kelompok yang menamakan dirinya "Salafi Jihadi" yang dulu pernah bersumpah setia pada ISIS," beber Husein. Kelompok yang selama ini dikekang oleh faksi perlawanan kini dijadikan alat untuk membakar Gaza dari dalam.
Barulah setelah dua tahun "neraka" ini berlangsung, sedikit retakan mulai muncul dalam mentalitas warga Gaza yang selama ini dikenal kuat. Husein menyoroti betapa luar biasanya ketahanan mental warga Gaza yang membutuhkan dua tahun penderitaan tanpa henti hanya untuk mulai goyah.
Empati dan Tanggung Jawab Penonton dari Kejauhan
Husein mengajak pendengar/pemirsa untuk membayangkan jika penderitaan yang sama terjadi di kota atau negara mereka sendiri: harus berjalan kaki 12 km untuk seteguk air, menyaksikan anak-anak mati kelaparan sambil mendengar suara drone setiap malam. "Berapa hari kita bisa bertahan? Seminggu, dua minggu, sebulan?" tanyanya retoris.
Pernyataan Husein menggarisbawahi bahwa isu ini bukan tentang siapa yang melempar batu pertama, melainkan tentang "siapa yang menciptakan medan perang di dalam rumah para korban". Ini adalah "proyek penghancuran dari luar dan dari dalam oleh Zionis yang menarget warga Gaza."
Sebagai penonton dari kejauhan, Husein mengingatkan agar tidak ikut-ikutan melemparkan "bebatuan" atau menyudutkan korban melalui komentar. "Kalau kita tidak bisa menguatkan mereka dengan tangan, kalau kita tidak bisa membela mereka dengan logistik, setidaknya jangan kita lukai mereka dengan lidah dan jari-jari komentar kita," pungkasnya. (*)
https://youtu.be/Ze-0kstJ8cs?si=Qublh6AwRi51B6LN
---
No comments:
Post a Comment