Monday, June 23, 2025

Dari West Point ke Guantanamo: Kisah Mualaf Kapelan (Chaplain) Muslim dan Perjuangan Melawan Ketidakadilan

Oleh Firnas Muttaqin 
Senin, 23 Juni 2025

Sebuah kisah luar biasa terungkap dari seorang mantan perwira Angkatan Darat Amerika Serikat, James Yee, yang melalui perjalanan spiritual mendalam dari Lutheran menjadi seorang kapelan (chaplain) Muslim, dan kemudian mengalami cobaan berat di penjara Guantanamo Bay. Cerita ini menyoroti keragaman dalam Islam, tantangan diskriminasi, dan pentingnya membela kebenaran.

----------------
Kapelan (chaplain) Muslim adalah rohaniawan atau petugas agama Islam (chaplain) yang memberikan pelayanan keagamaan dan dukungan spiritual, misalnya di militer atau institusi lain. Tugasnya membantu kebutuhan ibadah, konseling, dan bimbingan rohani untuk Muslim di lingkungan tersebut.
----‐---------

Mualaf di Kalangan Militer: Sebuah Awal Perjalanan Spiritual

James Yee, seorang lulusan Akademi Militer West Point, tumbuh besar dalam tradisi Kristen Lutheran. Titik balik kehidupannya terjadi tak lama setelah lulus, saat ia terlibat dialog dengan seorang mahasiswa lain yang sedang mendalami Islam. "Bagaimana saya bisa menilai sesuatu sebagai sesat jika saya tidak tahu apa-apa tentang itu?" tanyanya pada diri sendiri, sebuah pertanyaan yang memicu pencariannya akan kebenaran.

Pencarian itu membawanya ke sebuah toko buku, tempat ia membeli buku tentang Islam. Yang mengejutkannya, ia menemukan banyak kesamaan antara Islam dan keyakinan Kristen yang ia pegang sebelumnya, terutama kepercayaan terhadap kelahiran perawan Yesus Kristus. Ia juga mengenali nama-nama familiar seperti Ibrahim, Musa, Daud, Yusuf, Nuh, dan Yesus dalam tradisi Islam. Hal ini membuatnya sadar bahwa Islam ternyata sangat dekat dengan apa yang sudah ia yakini.

Setelah mempelajari lebih lanjut tentang Nabi Muhammad dan pesan kesatuan Tuhan yang dibawanya, James Yee memutuskan untuk memeluk Islam pada tahun 1991. Ia awalnya berniat menjadi "muslim sederhana," seperti praktik Kristennya yang tidak terlalu religius sebelumnya. Namun, takdir berkata lain.

Pengalaman di Arab Saudi dan Ribuan Mualaf Amerika

Hanya lima bulan setelah keislamannya, unit James Yee, yang merupakan unit rudal Patriot, menerima perintah untuk dikerahkan ke Arab Saudi saat Perang Teluk Pertama berkecamuk. Di Pangkalan Udara Raja Abdul Aziz, tempat mereka bermarkas, terdapat sebuah "Pusat Kebudayaan Saudi" yang terbuka bagi tentara Amerika.

"Sebagai hasil dari Pusat Kebudayaan Saudi itu, mungkin 5.000, mungkin 7.000 tentara Amerika masuk Islam," ungkapnya. 

Fakta yang jarang diketahui publik ini menunjukkan bagaimana eksposur terhadap budaya dan keyakinan lain dapat mengubah pandangan seseorang secara drastis. Sebuah buku catatan tebal di sana bahkan berisi biografi singkat para tentara yang baru memeluk Islam, lengkap dengan nama dan identitas baru mereka.

Sebagai seorang mualaf baru, James Yee terkejut menemukan memo militer bersama yang ditandatangani oleh jenderal Angkatan Udara Saudi dan jenderal pasukan Amerika. Memo itu menyatakan bahwa tentara Muslim Amerika di Arab Saudi dapat memperoleh cuti empat hari untuk menunaikan ibadah haji di Mekah. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Keragaman Islam dan Misi Kapelan (Chaplain) Muslim

Perjalanan pertamanya ke Mekah membuka mata James Yee akan keragaman umat Islam. Ia sempat berpikir akan menjadi satu-satunya muslim Tionghoa di sana, namun ia disambut oleh banyak muslim Asia Timur lainnya, termasuk dari Indonesia dan Malaysia. Ia juga bertemu muslim dari Rusia, Afrika, dan bahkan sesama tentara Amerika dari New Jersey. Pengalaman ini mengubah pandangannya yang sempit tentang Islam yang hanya identik dengan Arab atau Timur Tengah.

Terinspirasi oleh pengalamannya dan melihat tidak adanya kapelan (Chaplain) Muslim di militer AS, James Yee memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai kapelan (chaplain). Setelah meninggalkan tugas aktif pada tahun 1993, ia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk kembali bergabung pada Januari 2001, kali ini sebagai kapelan (chaplain) Muslim. "Saya bukan yang pertama, tapi pada Januari 2001, saya adalah yang terbaru," katanya.

Ujian di Guantanamo Bay: Tuduhan Tak Berdasar

Sembilan bulan setelah James Yee menjadi kapelan (chaplain), peristiwa 11 September 2001 terjadi, yang memicu invasi AS ke Afghanistan dan penangkapan ratusan tahanan Muslim di Kamp Tahanan Guantanamo Bay. Sebagai seorang kapelan (chaplain) Muslim, James Yee dikirim ke sana. Ia adalah seorang perwira, lulusan West Point, yang bahkan setelah 9/11 mengatakan, "Siapa pun yang melakukan serangan ini, apakah mereka Muslim atau tidak Muslim, harus diadili."

Namun, di Guantanamo, ia menyaksikan sendiri bagaimana ratusan tahanan Muslim diperlakukan secara kejam dan disiksa. Ketika ia keberatan terhadap penyalahgunaan ini, pemerintah dan militer AS justru berbalik melawannya. "Saya dilemparkan ke penjara. Saya dituduh sebagai teroris, mata-mata untuk tahanan Taliban dan Al-Qaeda yang dicurigai," ungkapnya.

James Yee diperlakukan sama seperti tahanan Guantanamo lainnya: diborgol pergelangan tangan, pinggang, dan pergelangan kaki dalam rantai, serta mengalami deprivasi sensorik. Setelah 76 hari dalam sel isolasi, termasuk 30 hari selama bulan Ramadan 2003, semua tuduhan terhadapnya gugur. Ia bahkan dituduh menyalahgunakan informasi rahasia, namun tuduhan itu pun dibatalkan karena pemerintah tidak dapat menunjukkan bahwa ia memiliki informasi rahasia. Ia akhirnya dibebaskan dan dikembalikan sebagai kapelan (chaplain) Muslim di pangkalan asalnya di Amerika Serikat.

Pengunduran Diri dan Permintaan Maaf yang Tak Kunjung Datang

Tidak lama setelah insiden itu, James Yee mengajukan pengunduran dirinya dari militer AS dan menerima honorable discharge (pemecatan dengan hormat) pada Januari 2005. Ia bahkan dianugerahi US Army Commendation Medal kedua atas "pelayanan yang luar biasa berjasa." Ironisnya, setelah dituduh sebagai mata-mata, pengkhianat, disiksa, dan dipisahkan dari keluarganya, tidak ada satu pun pejabat militer yang pernah meminta maaf kepadanya secara resmi.

"Militer tahu, pemerintah AS tahu, mereka membuat kesalahan. Tapi hari ini, tidak ada seorang pun di posisi kepemimpinan resmi yang pernah meminta maaf kepada saya," tegas James Yee. Kisah ini menjadi pengingat akan pentingnya akuntabilitas dan perjuangan melawan ketidakadilan, serta seruan untuk menutup kamp tahanan kontroversial seperti Guantanamo Bay. (*)

Sumber:

https://youtu.be/YQ-q0YRaxQE?si=86TSzvTSMUgbdLic

-------

No comments: