Tuesday, June 24, 2025

Barter Ikan Demi Hidup: Ekonomi Pulau Enggano Babak Belur, Negara Masih Sibuk Nyusun Pidato

Oleh: Firnas Gareng Petruk Institute of Kekacauan Ekonomi Pesisir

ENGGANO, BENGKULU UTARA – Di saat pejabat sibuk buka puasa bareng di hotel bintang lima sambil bahas “kemandirian pangan”, warga Pulau Enggano malah harus barter ikan demi beras. Situasi ini bukan naskah drama sinetron Ramadhan, tapi realita ekonomi yang kian getir di ujung barat Nusantara.

Gareng (angkat golok sambil nyengir):
Siapa sangka, di tengah gemerlap Indonesia Emas 2045, ada rakyat yang harus hidup kayak zaman Majapahit: tuker ikan buat nasi, tuker pisang buat minyak.

Darurat! Ekonomi Pesisir Kandas di Dasar Laut

Masalahnya sepele: Pelabuhan Pulau Baai dangkal. Tapi dampaknya? Dalem, Pak. Lebih dalem dari utang negara!

Akibat pendangkalan alur pelabuhan, kapal tak bisa sandar, ekonomi Enggano lumpuh. Warga seperti Bu Rahmawati harus tukar segenceng ikan (1,5 kg) dengan 1 kg beras. Kalau mau minyak goreng, ya siapin hasil laut lebih banyak.

Petruk (garuk kepala):
Ini barter atau lomba siapa paling lapar duluan?

Panen Tak Laku, Dompet Kering

Harga pisang? Satu tandan cuma Rp20.000, sementara biaya panen dan angkut bisa Rp15.000. Rugi bandar. Akhirnya, petani biarkan kebun mereka jadi taman safari buat monyet.

Milson Kaitora, tokoh adat Enggano, mengeluh:
“Kami ini bangsa pelaut, tapi laut malah nutup jalan. Panen dibiarkan membusuk karena gak ada kapal yang angkut.”

Iwan, petani kakao dan pinang, kini banting setir jadi kuli bangunan demi nyekolahin anak. Tapi kiriman bulanan pun terpaksa dihentikan.
“Biasanya ngirim Rp300 ribu dua minggu sekali. Sekarang, anak saya makan harapan.”

Gareng (sambil ngunyah melinjo):
Lah, ini anak kuliah atau ikut acara survival di kampus?

 

Warung Tekor, PDAM Mandek, Utang Meledak

Ekonomi lokal sekarat. Warung-warung menumpuk utang. Omzet anjlok separuh. Bahkan Harun, mantan Paabuki (tokoh adat), ngaku sudah 4 bulan nunggak PDAM.

Petruk (tiup peluit khayalan):
Pertandingan sudah lama dimulai, tapi pemerintah belum juga masuk lapangan!

Seruan Bantuan: Kapal atau Kami Karam!

Ketua AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi, minta kapal pengangkut hasil bumi dikirim segera. Gak banyak, cuma 10 kapal tiap keberangkatan. Katanya pemerintah punya kuasa. Tapi kenyataannya, kayaknya kuasa itu lagi tidur siang.

Fahmi:
“Enggano itu penghasil kelapa, kakao, pinang, ikan, melinjo. Tapi semua mandek. Sementara pejabat lebih sibuk ngumumin wisata halal.”

 Twitter Makin Riuh, Pemerintah Masih Bisik-Bisik

Akun X @kafiradikalis ngetwit surat terbuka ke Presiden Prabowo, desak bantuan. Mereka bilang Enggano itu “pahlawan teritorial” – benteng alami Indonesia bagian barat. Tapi kok nasibnya lebih mirip anak tiri dikirim ke pondok tanpa uang saku.

 

Epilog Gareng Petruk: Negara Sibuk Branding, Rakyat Sibuk Bertahan

Gareng (berdiri di atas karung beras kosong):
Warga Enggano gak minta jalan tol, gak minta kereta cepat. Mereka cuma minta kapal supaya bisa jual hasil panen dan makan nasi pake lauk, bukan lauk pake tangis.

Petruk (pakai topi pelaut):
Sementara elite sibuk buat roadmap ekonomi 2100, rakyat Enggano udah jalan kaki ke masa lalu.

 

#EngganoMenjerit #BarterDiEraDigital #EkonomiDangkalKarenaPelabuhan #GarengPetrukLaporkan #PulauTerluarBukanTerlupakan

Kalau Presiden datang bawa kapal, warga Enggano akan sambut dengan pisang, ikan segar, dan mungkin air mata bahagia. Tapi kalau yang datang cuma pidato, ya maaf, pidato gak bisa digoreng.


https://garengpetruk.com/barter-ikan-demi-hidup-ekonomi-pulau-enggano-babak-belur-negara-masih-sibuk-nyusun-pidato/

____

No comments: