Thursday, June 12, 2025

Satpol PP Siaga, PKL Siap-Siap! Trotoar Bukan Lagi “Tempat Nongkrong Jualan”

Oleh: Firnas GarengPetruk.com | Pasuruan

Kabar terkini datang dari Kota Pasuruan yang katanya sedang ingin tampil kinclong di mata regulasi. Setelah sukses (atau sukses-suksesan?) menertibkan PKL di Pasar Besar, kini Satuan Polisi Pamong Praja alias Satpol PP mengarahkan sorotan tajamnya ke kawasan Pelabuhan Timur. Bukan untuk menangkap ikan, tapi untuk menggulung gerobak PKL yang dianggap nyasar di habitat pejalan kaki.

Ya, karena menurut versi undang-undang, trotoar itu bukan buat berjualan cilok, tapi buat pejalan kaki yang kesepian. Dan juga, katanya, demi menjaga fungsi pelabuhan biar kapal bisa bersandar tanpa harus nginjek rombong gorengan.

Plt Sekretaris Satpol PP Kota Pasuruan, Bapak Iman Hidayat, tampil sebagai juru bicara keadilan trotoar. Beliau menyampaikan bahwa proses penertiban dimulai dengan tahapan paling lembut, yaitu sosialisasi. Ini tahap di mana para PKL masih diajak ngobrol sambil ngopi, bukan digiring sambil digeruduk.

> “Sekarang masih sosialisasi. Setelah sosialisasi akan mulai peringatan sampai eksekusi,” ujar Iman, dengan nada serius yang bisa bikin gorengan hangus.

Sosialisasi, SP1, SP2, SP3… Lalu Ambyar

Strateginya? Lengkap, berjenjang, penuh kesabaran, seperti cinta sepihak yang tak kunjung pasti.
Setelah sosialisasi, akan ada SP1, SP2, hingga SP3. Kalau sudah SP3 tapi tetap ngeyel, maka Satpol PP akan mengangkut barang dagangan. Artinya, gorengan bisa naik truk duluan sebelum pemiliknya sadar dagangan hilang.

SOP ini disebut demi ketertiban, meski kadang PKL cuma ingin hidup dari hasil jualan yang parkir sebentar di bahu jalan. Tapi yah, Perda tetap Perda, apalagi kalau pejabatnya ingin wilayahnya tampak rapi dan instagramable.

Trotoar: Dulu Tempat Berjalan, Kini Medan Perjuangan

Sungguh, nasib trotoar di negeri ini memang tragis. Di satu sisi, pemerintah minta trotoar steril dari pedagang. Tapi di sisi lain, mall, kafe, bahkan kantor pemerintahan justru tak menyediakan lapak alternatif untuk mereka yang digusur. Maka jadilah PKL ini seperti pecinta setia yang terus dikejar dan ditinggal tanpa kepastian tempat tinggal.

Gareng pernah bilang,

> “Hidup itu seperti rombong bakso. Kadang ditarik-tarik ke mana, tapi kalau sabar, bisa laku juga.”

 

PKL bukan maling. Mereka cuma sedang berdagang di tempat yang salah menurut hukum, tapi benar menurut perut. Dan sayangnya, hukum kita kadang lebih sayang bangunan kosong daripada orang yang berjuang mengisi nasi di piring.

Kritik Tanpa Caci, Sindir Tanpa Menyakiti

Kritik ini bukan untuk menjatuhkan Satpol PP yang memang tugasnya menertibkan. Tapi sekadar pengingat, bahwa tertib bukan berarti menindas, dan rapi bukan berarti menyingkirkan.

Coba bayangkan, kalau semua PKL diusir tanpa solusi, nanti rakyat kecil mau usaha di mana? Karena saat mall makin mewah, yang tak mampu menyewa tetap butuh tempat buat hidup. Kalau dilarang jualan di trotoar, tapi tak disiapkan tempat berpijak, akhirnya mereka bukan ditertibkan—tapi dilupakan.

Penutup
Semoga penertiban ini bukan hanya soal estetika kota, tapi juga soal etika pemerintah.
Karena jangan sampai kita punya kota yang bersih dari pedagang, tapi penuh dengan tangisan ibu-ibu kehilangan mata pencaharian.

Gareng pun nyeletuk di warung kopi:

> “Jangan cuma ngejar yang jualan di trotoar,
tapi juga kejar yang jual-jualin aset negara lewat tikungan malam hari.”

Salam dari GarengPetruk.com, media yang menghibur sambil menggedor nurani. Kalau kritik bisa dibungkus tawa, kenapa harus pakai caci-maki?

https://garengpetruk.com/satpol-pp-siaga-pkl-siap-siap-trotoar-bukan-lagi-tempat-nongkrong-jualan/


No comments: