Friday, June 20, 2025

PERANG TIMUR TENGAH: TEL AVIV REMUK, IRAN ANGKAT KAKI, NETANYAHU MENGGIGIL DI UJUNG KUASA

Oleh FIRNAS | Gaya Gareng Petruk: Ngakak dulu, mikir belakangan, tapi mikirnya harus mendalam

TEL AVIV, ISRAEL –
Ada yang bilang Timur Tengah itu kayak kompor gas bocor: kelihatan tenang, tapi begitu ada percikan, langsung BLEDUK! Dan benar saja, Jumat, 13 Juni 2025, Iran melempar rudal bukan pakai surat cinta, tapi pakai pesan balistik. Hasilnya? Tel Aviv porak-poranda, mirip Gaza tapi versi kebalik—yang dulunya ngebom, sekarang dibom.

Lho, kok bisa? Ya bisa, wong dunia ini panggung sandiwara. Kalau biasanya Israel nyerang, sekarang giliran Iran naik panggung. Judulnya? “Balas Dendam Bermartabat: Edisi 3 Jenderal Gugur”

Iran: Dari Diam-Diam ke Diam-Diam Meledakkan

Faisal Assegaf, pengamat langganan geopolitik Timur Tengah (dan juga langganan ngopi pahit tiap dengar berita perang), menjelaskan: serangan ini bukan dadakan kayak promo Shopee tengah malam. Ini akumulasi dari tiga penghinaan yang bikin Teheran naik pitam.

1. Pemimpin Hamas tewas, padahal tamu negara. Yah, tamu kok malah dijemput ke akhirat, siapa yang nggak kesel?

2. Pemimpin Hizbullah gugur, padahal masih aktif. Jatuhnya bukan cuma martabat, tapi juga martil persatuan.

3. Panglima militer Iran dan komandan Garda Revolusi tewas di serangan Israel. Nah ini dia puncaknya. Kalau udah gini, istilah “jaga harga diri” itu bukan basa-basi, tapi harga mati.

Makanya, Iran jawab. Bukan dengan puisi, tapi dengan rudal Fatah 1 yang katanya bisa sampai Tel Aviv cuma dalam 11 menit. Ngebut kayak ojol waktu dapet order deket-deket.

 

Tel Aviv Babak Belur: Israel Nggak Kebal Rudal

Israel yang biasanya jumawa karena dibekali 3,8 miliar dolar setahun dari Paman Sam, sekarang kena batunya. Rudal Iran tembus pertahanan Arrow 3. Katanya sih “anti-rudal paling canggih,” tapi ternyata kalah sama logika “yang penting niat dan akurasi.”

Markas Mossad? BOOM.
Unit 8200? BOOM.
Kepercayaan diri? Lebih meledak lagi.
Tel Aviv? Sekarang paham rasanya jadi Gaza.

Assegaf nyeletuk: “Ternyata, Israel tuh biasa aja. Kalau digas beneran, goyang juga.” Jadi, jangan merasa aman cuma karena punya sekutu superpower. Kadang, realita datang dari langit—literally.

 

Netanyahu: Perdana Menteri atau Pemeran Utama Sinetron Politik?

Nah, ini dia tokoh sentral yang makin hari makin “dibahas warganet dan diludahi sejarah.” Benjamin Netanyahu, dikenal lebih sering perang daripada perdamaian, kini mulai ditinggal rakyatnya.

Kenapa?

Gagal bebaskan sandera.

Tel Aviv luluh lantak.

Kasus korupsi nunggak empat, tapi sidangnya diundur karena perang (enak, ya?)

Menurut Assegaf, perang ini bukan cuma demi “eksistensi Israel”, tapi juga demi “kelangsungan jabatan Bibi” (panggilan manja Netanyahu). Kalau damai, dia bisa disidang. Kalau perang, ya… bisa jadi pahlawan dalam puing.

Mantan PM Israel, Ehud Olmert, bahkan blak-blakan: “Musuh terbesar Israel bukan Iran. Tapi Netanyahu.” Yah, kadang musuh terbesar memang ada di rumah sendiri. Apalagi kalau rumahnya didanai AS.

 

Amerika, Rusia, Cina: Tiga Gajah Main Catur di Padang Pasir

Israel minta tolong Amerika? Langsung. Tapi dunia udah nggak segampang dulu. Rusia dan Cina udah mulai angkat-angkat alis. Bahkan Pakistan bilang siap dukung Iran.

Kalau dulu AS bisa invasi Irak dan Afghanistan kayak jalan-jalan, sekarang harus mikir:

Eropa mulai ogah dukung Israel.

Opini publik meledak kayak trending Twitter.

Dunia sadar, ini bukan soal “perang melawan teror” tapi “perang melawan nurani”.

Assegaf bilang, alasan Barat soal “senjata nuklir Iran” tuh mirip banget sama alasan buat serbu Irak dulu. Padahal, yang punya bom nuklir sejak dulu siapa? Israel, katanya punya 200 lebih. Tapi anehnya, IAEA nggak pernah inspeksi.

Standar ganda? Wah, itu udah standar internasional kayaknya.

 

Negara Arab: Diam Demi Dolar

Mesir dan Yordania diem aja. Kenapa? Ya karena dapet uang miliaran dolar dari AS. Mau buka Rafah? Lho, Israel belum ACC.

Narasi pembebasan Al-Aqsa? Ya Allah, itu konten viral doang. Di lapangan, nggak ada perubahan. Bahkan negara Islam besar pun cuma bisa “kecewa keras” di depan kamera, lalu “deal dagang” di belakang panggung.

Assegaf nyeletuk pedas: “Yang viral itu hoaks. Yang nyata itu luka.” Dan Palestina tetap jadi korban dalam politik dua muka.

Akhir Kata: Dunia Boleh Panas, Tapi Kita Jangan Kehilangan Akal

Perang ini bukan cuma perang fisik. Ini perang narasi, perang kepentingan, dan perang siapa paling kuat nahan malu.

Gareng Petruk mau bilang:

“Kalau yang jadi korban selalu rakyat kecil, mungkin yang besar-besar itu harus dikerdilkan.

Yang sok jago itu perlu belajar diam, dan yang suka diam harus mulai bersuara.
Dunia ini bukan milik mereka yang bersenjata, tapi mereka yang bersuara dengan nurani.”

FIRNAS, menulis dengan gaya ngocol, tapi pesan tetap nyantol.

https://garengpetruk.com/perang-timur-tengah-tel-aviv-remuk-iran-angkat-kaki-netanyahu-menggigil-di-ujung-kuasa/


-----

No comments: