Oleh: Firnas dan Gareng Petruk Koresponden Anti-Baper Internasional, garengpetruk.com
GARIS START DARI GAWANG, GARIS FINISH DI HARGA DIRI BANGSA.
—
Bayangkan, Timnas Indonesia baru saja mencetak sejarah. Menang lawan Tiongkok. Stadion gemuruh, warganet sorak-sorai, grup WhatsApp penuh stiker Garuda. Euforia? Jelas. Tapi, belum juga peluit panjang selesai terngiang di kuping wasit, tiba-tiba datanglah cuitan dari langit utara—bukan wahyu, tapi komentar nyinyir dari akun yang katanya berasal dari Shaanxi, Tiongkok:
> “Tidak apa-apa, kita hanya kalah dalam sepak bola. Mereka mungkin akan kehilangan negaranya dalam beberapa tahun.”
Woi, ini sepak bola, bukan seminar geopolitik!
Tapi komentar ini bukan kaleng-kaleng. Ini semacam kombo provokasi + penghinaan kedaulatan yang dikemas seperti snack murah, tapi efeknya bisa bikin bangsa mual-mual nasional.
—
Ini Cuitan Bukan Cuitan Biasa, Ini Tanda Tanya Besar
Cuitan tersebut, meski mungkin datang dari individu yang iseng, bisa jadi gambaran mentalitas—bahwa bagi sebagian orang, kemenangan Indonesia tuh dianggap “sementara”, tapi keruntuhan Indonesia katanya tinggal tunggu waktu.
Hellooo… siapa yang ngajarin sejarah mereka ini? Kita emang masih suka nyalahin wasit, tapi bukan berarti bangsa ini bisa diremehkan gitu aja.
—
Gareng Menganalisis dengan Otak Seadanya Tapi Hati Sepenuhnya
1. Perang Udara 5G, Bukan Rudal Tapi Kata-Kata
Ini bukan soal sepak bola. Ini soal citra.
Dulu perang rebutan rempah, sekarang rebutan narasi.
Postingan medsos bisa lebih tajam dari bayonet, apalagi kalau disebar akun centang biru.
2. Luka Lama Asia, Sekarang Digosok Lagi Pakai Emoji Marah
Tiongkok dan Indonesia punya sejarah yang panjang—kadang akur, kadang tegang kayak tali BH emak-emak diskon.
Cuitan semacam ini bisa jadi bara kecil yang digosok pakai likes dan retweet, lalu mendidih dalam semangkuk sentimen negatif.
3. Ini Bukan Provokasi Murahan, Ini Murahan Tapi Berbahaya
Ngomong seenaknya soal “kehilangan negara” itu bukan satire, itu bisa dikategorikan retorika penjajahan gaya baru. Kalau dulu pakai meriam, sekarang cukup pakai Wi-Fi dan keyboard.
Solusi Gareng: Dari Rakyat Sampai Pemimpin Jangan Tertidur
Untuk rakyat:
Jangan baper, tapi juga jangan cuek bebek.
Jangan ikut nyebar komentar nyinyir dan malah memupuk kebencian.
Literasi digital bukan cuma tahu cara bikin reels, tapi juga paham kapan harus ngerem dan kapan harus ngegas.
Untuk pemerintah:
Jangan sampai hal begini dianggap remeh kayak stiker “ojol on the way”.
Ini tanda bahwa Indonesia perlu pertahanan digital, narasi nasional yang solid, dan kemampuan counter-narasi yang gesit.
Jangan cuma jago bikin video HUT RI, tapi gagap kalau diserang tweet penuh sinisme.
Untuk para influencer:
Tolong, jangan sibuk endorse skincare pas bangsa dihina. Sekali-sekali, ikut bela negara lewat konten.
Tapi ya jangan bawa-bawa clickbait: “Netizen Tiongkok Sebut Indonesia Akan Hilang, No 3 Bikin Nangis!!!”
Penutup: Gol Kita Harus Lanjut ke Meja Diplomasi
Jangan dibalas dengan benci, tapi juga jangan dibiarin.
Komentar murahan seperti ini bisa jadi bola liar yang bikin bangsa oleng.
Tapi ingat, kita bukan bangsa pecundang yang digertak langsung tiarap.
> Kita bukan cuma menang di lapangan, kita harus menang di harga diri dan narasi.
Buat si empunya cuitan:
Kami memang baru menang bola, tapi soal bertahan sebagai bangsa, kami sudah buktikan dari zaman penjajahan.
—
Salam semangat, salam satu Garuda.
Gareng Petruk, yang meskipun badannya kecil, tapi tetap siap ngegas kalau bangsa diganggu, meski lewat cuitan.
https://garengpetruk.com/cuitan-panas-dari-netizen-tiongkok-usai-laga-timnas-komentar-nyelekit-alarm-diam-diam/
-------
Senin, 9 Juni 2025
No comments:
Post a Comment