Monday, June 02, 2025

Mengapa Semakin Banyak Umat Kristen Memeluk Islam?

Mengapa Semakin Banyak Umat Kristen Memeluk Islam? Piers Morgan Mengungkap Kebenaran yang Terabaikan Media

Oleh FIRNAS.

Di tengah narasi media yang seringkali bias, presenter kondang Piers Morgan menyoroti fenomena yang jarang diberitakan secara jujur: meningkatnya jumlah umat Kristen yang memeluk Islam. Morgan mempertanyakan mengapa, jika Islam digambarkan sebagai agama yang opresif atau radikal, justru banyak orang terdidik dan berpikiran terbuka, termasuk mereka yang lahir dan dibesarkan sebagai Kristen, secara sukarela memeluknya dalam jumlah yang signifikan.

"Mari kita hilangkan kemunafikan. Kisah sebenarnya bukanlah bahwa orang-orang dibujuk untuk masuk Islam. Kenyataannya, orang-orang melangkah menuju Islam secara bebas, sukarela, spiritual, dan mereka melakukannya dengan mata terbuka, bukan dengan penutup mata," tegas Morgan dalam pernyataannya.

Jejak Spiritual dan Kekosongan di Dalam Gereja

Banyak mualaf, khususnya di Eropa dan Amerika Utara, bukanlah individu yang rentan atau bingung. Mereka adalah para guru, pengacara, seniman, dan, ya, mantan jemaat gereja. Mereka membaca, berpikir, dan membandingkan. Yang mereka temukan dalam Islam adalah iman yang tidak diubah-ubah untuk menyesuaikan tren modern, sebuah iman yang menawarkan kejelasan di tengah kebingungan dunia.

Morgan menggarisbawahi bagaimana Islam menawarkan struktur di tengah kekacauan, disiplin di tengah ketidakteraturan, dan iman yang memiliki tujuan. "Islam mengatakan ada satu Tuhan, satu pesan, satu kitab terakhir. Ia tidak memerlukan dewan untuk mendefinisikan ulang pernikahan setiap dekade. Ia tidak perlu meminta maaf atas ajarannya," jelasnya.

Fakta mengejutkan yang menurut Morgan tidak akan diberitakan oleh media adalah bahwa banyak mualaf ini dulunya mencari Tuhan di dalam gereja mereka sendiri, namun tidak menemukannya. Beberapa menemukan politik, yang lain menemukan keuntungan materi, dan sebagian kecil menemukan kesunyian, tetapi mereka tidak menemukan arah spiritual mendalam yang mereka dambakan.

"Jadi mereka mencari di tempat lain. Dan ketika mereka menemukan Islam, ketika mereka benar-benar membaca Al-Quran alih-alih hanya membaca tentangnya, mereka menemukan pesan yang menyambar mereka seperti kilat. Langsung, murni, tidak tercampur," papar Morgan. 

Ia menambahkan bahwa Islam tidak berbisik tentang pertanggungjawaban, melainkan meneriakkannya; tidak menghiasi dosa, melainkan mendefinisikannya. Dalam dunia di mana "apa saja boleh", kejelasan semacam itu justru menyegarkan, bukan menindas.

Melawan Bias Media: Kisah-Kisah Nyata yang Terabaikan

Morgan secara terang-terangan menyoroti bias media dalam pemberitaan tentang Islam. "Islam sering digambarkan tidak lebih dari berita utama dan tagar. Terorisme, patriarki, kekerasan," katanya. Namun, di balik semua kebisingan itu, ada jutaan orang yang bersaksi bahwa Islam telah membawa mereka pada kedamaian, struktur, nilai-nilai keluarga, ketenangan, dan tujuan hidup. "Di mana kisah-kisah mereka? Di mana wawancara mereka? Di mana visibilitas mereka?" tanya Morgan retoris.

Ironisnya, media yang bangga akan toleransi dan keberagaman justru tampaknya tidak mampu menoleransi satu kebenaran ini: Islam tidak hanya bertahan di Barat, tetapi juga berkembang pesat. Dan ini bukan karena agenda rahasia, melainkan karena kebenaran memiliki daya tariknya sendiri.

Morgan mengajak masyarakat untuk tidak mencemooh atau mengejek ketika melihat kisah mualaf di media sosial, melainkan bertanya pada diri sendiri: "Apa yang menarik orang-orang ini? Apa yang mereka temukan dalam Islam yang tidak mereka temukan dalam sistem kepercayaan lain di luar sana?" 

Ia menyimpulkan, "Mungkin sudah saatnya kita berhenti menyebarkan ketakutan dan mulai mendengarkan iman. Karena di balik tabir bias tersembunyi kebenaran sederhana yang tidak nyaman. Orang-orang tidak memeluk Islam karena mereka tersesat. Mereka memeluknya karena mereka akhirnya merasa ditemukan."

Klaritas dan Kesederhanaan Ajaran: Daya Tarik Utama

Salah satu alasan terpenting dan sering diabaikan mengapa banyak umat Kristen beralih ke Islam adalah kejelasan dan kesederhanaan pesan spiritualnya. Inti Islam adalah keyakinan yang tak tergoyahkan akan keesaan Tuhan, dikenal sebagai tauhid. Konsep ini tidak dibungkus dalam kompleksitas teologis atau perdebatan filosofis; ia lugas: Tuhan itu Esa, kekal, tanpa sekutu, dan tanpa kesamaan. Tidak ada perantara antara orang percaya dan Tuhan.

"Hubungan yang langsung dan tidak ambigu ini menarik banyak orang yang merasa kecewa dengan apa yang mereka anggap sebagai kebingungan doktrinal dalam Kekristenan modern," terang Morgan. 

Ia menyoroti bagaimana pertanyaan seputar Trinitas, ketuhanan Yesus, konsep dosa asal, dan keselamatan melalui penyaliban telah menyebabkan kegelisahan spiritual di kalangan beberapa jemaat Kristen. Berbeda dengan itu, dalam Islam, mereka menemukan sistem kepercayaan yang monoteistik dan tanpa kompromi dalam pandangan tentang keesaan dan supremasi Tuhan.

Al-Quran, yang dianggap sebagai firman Tuhan yang harfiah, tetap tidak berubah selama lebih dari 1.400 tahun. Keaslian dan konsistensi ini memberikan keyakinan besar bagi para mualaf. Penekanan Al-Quran pada pertanggungjawaban, perilaku moral, keadilan, dan rahmat, sangat beresonansi dengan mereka yang mencari iman yang tidak hanya menawarkan kenyamanan spiritual, tetapi juga peta jalan untuk kehidupan etis.

Kekecewaan Terhadap Kekristenan Modern: Politik dan Komersialisasi

Alasan kuat lainnya adalah kekecewaan yang tumbuh terhadap Kekristenan modern. Banyak yang merasa bahwa gereja-gereja mereka menjadi lebih berfokus pada politik, keuntungan, dan hiburan, daripada pada pertumbuhan dan bimbingan spiritual. 

"Beberapa merasa diri mereka masuk ke gereja yang lebih menyerupai ruang konser daripada tempat ibadah, dimana khotbah dangkal, ritual terasa hampa, dan pertanyaan teologis yang mendalam dikesampingkan demi pesan-pesan yang feel-good yang dirancang untuk menjaga jumlah kehadiran," kata Morgan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa gereja terus mengubah pendiriannya tentang isu-isu moral dan sosial, mengapa ajaran Alkitab terbuka untuk interpretasi yang begitu luas, atau mengapa Yesus disembah sebagai Tuhan padahal ia sendiri berdoa kepada Tuhan, seringkali memicu eksplorasi iman yang lebih dalam.

Islam, dengan pendiriannya yang tegas pada kejelasan dan konsistensi moral, menawarkan solusi. Ajarannya tidak berubah seiring waktu; prinsip-prinsip intinya tentang benar dan salah, tentang sifat Tuhan, dan tentang jalan menuju keselamatan tetap sama sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Islam juga menyajikan cara hidup yang holistik, tidak terbatas pada satu jam di hari Minggu, melainkan disiplin harian yang membentuk keyakinan dan perilaku.

Transformasi Pribadi dan Akses Informasi Otentik

Faktor penting lainnya adalah misrepresentasi Islam di media arus utama. Selama beberapa dekade, Islam digambarkan sebagai agama kekerasan, ekstremisme, penindasan, dan keterbelakangan. Namun, ironisnya, misrepresentasi ini justru memicu rasa ingin tahu, terutama di kalangan umat Kristen.

Dengan munculnya platform digital, semakin banyak orang terpapar pada informasi Islam secara langsung, tidak melalui sound bites media yang disaring, melainkan melalui ulama, ceramah, kesaksian pribadi, dan terjemahan Al-Quran yang mudah diakses. Mereka terkejut menemukan bahwa Islam menghormati Yesus sebagai salah satu nabi terbesar, menekankan kedamaian, amal, kesederhanaan, dan keadilan.

Selain itu, kisah-kisah transformasi pribadi para mualaf juga menjadi faktor pendorong yang kuat. Konversi jarang merupakan keputusan mendadak; ia biasanya datang setelah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, refleksi dan pencarian spiritual. Para mualaf sering menggambarkan rasa kejelasan, kedamaian, dan tujuan hidup yang mengubah hidup mereka. Mereka merasakan koneksi yang intim dan terstruktur dengan Tuhan, yang tidak samar atau emosional, melainkan nyata dan berdisiplin.

Piers Morgan menyimpulkan bahwa pergeseran budaya dan akses terhadap informasi otentik tentang Islam melalui internet dan interaksi antaragama telah meruntuhkan hambatan yang sebelumnya mencegah orang untuk mempertimbangkan Islam. "Ketika kebenaran mulai menembus celah distorsi media, itu tidak mendorong orang menjauh, itu justru menarik mereka masuk," pungkasnya. Kisah-kisah ini adalah bukti dari kebutuhan manusia yang mendalam akan kejelasan, disiplin, koneksi, dan kebenaran. (*)

Sumber:
https://youtu.be/voTiJYbQ2Dc?si=nuzIWZvDKYnpJWQl

________


No comments: