Dari Istanbul hingga Imogiri, Suara Jurnalis Menggema, Tapi Hati Siapa yang Tergetar?
Waktu Turki menunjuk ke angka dua dini hari. Burung-burung malam Istanbul masih sibuk bergosip soal sejarah, tapi di Lapangan Sultan Ahmed, manusia justru sedang jadi saksi sejarah baru: jurnalis dari seluruh dunia siaran 24 jam penuh—bukan buat ngebahas artis cerai, tapi buat ngangkat suara Palestina.


Opini Gareng Petruk: “Ketika Wartawan Bicara 24 Jam, Dunia Mulai Dengar… Tapi Masih Banyak yang Tidur”
Oleh: FIRNAS, Pasuruan untuk Harian Nasional Gareng Petruk


Dari Istanbul hingga Imogiri, Suara Jurnalis Menggema, Tapi Hati Siapa yang Tergetar?
Waktu Turki menunjuk ke angka dua dini hari. Burung-burung malam Istanbul masih sibuk bergosip soal sejarah, tapi di Lapangan Sultan Ahmed, manusia justru sedang jadi saksi sejarah baru: jurnalis dari seluruh dunia siaran 24 jam penuh—bukan buat ngebahas artis cerai, tapi buat ngangkat suara Palestina.

Wartawan siaran semalam suntuk, rakyat scroll TikTok terus.
Lucu. Ironis. Tragis. Tapi ya begitulah.
Federasi Pers Turki bikin gebrakan: “Jangan Diam untuk Palestina!” Sebuah seruan yang tidak pakai bahasa basa-basi. Mereka tidak sedang jualan opini murahan atau mencari viewer, tapi sedang menjahit luka dunia dengan benang kemanusiaan. Hebatnya, mereka paham bahwa penjajahan itu bukan sekadar konflik, tapi penyakit sejarah yang menular ke nurani siapa pun yang lupa bahwa “merdeka itu hak segala bangsa.”
—
200 Jurnalis Gugur:
Mereka Mati Membawa Kamera, Bukan Senjata.
Di Palestina, jurnalis bukan cuma tukang foto atau perekam suara. Mereka adalah saksi. Mereka adalah korban. Dan lebih sedihnya, mereka sering lebih berani daripada para pemimpin dunia yang sibuk rapat, tapi hasilnya nihil seperti obralan di grup WA RT.
Bayangkan, 200 lebih wartawan gugur karena bom, bukan karena gosip. Tapi kenapa berita mereka sering tenggelam di antara infotainment dan drama politik lokal? Mungkin karena sebagian dunia lebih takut kehilangan follower ketimbang kehilangan rasa kemanusiaan.
—
Altun dan Kebenaran yang Tak Bisa Ditutupin Pakai Filter Instagram
Fahrettin Altun, Kepala Komunikasi Turki, bilang dengan tegas:
“Genosida sedang terjadi.”
Kalimat yang seharusnya bikin meja PBB terbalik dan hati para pemimpin dunia kebakar. Tapi ya… nyatanya, dunia tetap adem, mungkin karena sudah terlalu sering pakai “AC Diplomasi”.
Altun tidak main-main: dari “pembantaian perkotaan” sampai “ekosida” disebut tanpa takut. Tapi pertanyaannya: siapa yang benar-benar dengar? Karena kita tahu, di dunia ini, kebenaran sering kalah cepat dibanding hoaks yang viral.
—
Siaran 24 Jam: Obat Kejujuran di Era Disinformasi
Siaran 24 jam ini bukan cuma acara, tapi perlawanan dengan mikrofon. Sebuah pesan keras yang dikirim lewat satelit, bukan lewat misil. Para jurnalis duduk, berdiri, berbicara, berteriak—bukan untuk menjadi terkenal, tapi agar dunia sadar bahwa penderitaan itu tidak boleh dianggap biasa.
Bayangkan:
Di satu sisi dunia, jurnalis tidur dengan helm pelindung.
Di sisi lain, jurnalis rebutan mikrofon buat debat capres.
Yang satu mempertaruhkan nyawa. Yang satu mempertaruhkan rating.
—
Kami, Rakyat, Mau Dengar. Tapi Tolong, Bantu Kami untuk Peduli.
Jurnalis bisa bersuara, tapi kalau telinga rakyat disumbat iklan dan sinetron, ya susah. Maka, ayo kita bantu. Bukan cuma dengan share berita, tapi dengan ikut berpikir:
“Apa yang bisa kita lakukan, walau cuma dengan kata-kata yang jujur dan sikap yang tegas?”
Karena di dunia yang makin bising, suara yang tulus sering jadi hal langka. Dan ingat, kalau kita diam terlalu lama, nanti sejarah akan menulis kita sebagai “penonton di tengah genosida.”
—
Penutup dari Redaksi Gareng Petruk:
Kepada para jurnalis dunia, kami salut.
Kepada para pemirsa yang masih sibuk cari diskonan saat rakyat dibombardir, kami doakan: semoga hatimu ikut terbuka walau dompet tetap ketat.
Dan kepada mereka yang sedang berjuang di Palestina—entah dengan pena, kamera, atau doa—kalian tidak sendiri. Suara kalian sampai, walau kadang harus berkelok-kelok dulu melewati algoritma dan apatisme global.
Hidup Jurnalis Jujur!
Hidup Kemanusiaan!
Dan semoga dunia tidak terus sibuk update status sambil lupa bahwa darah sedang mengalir di Gaza, bukan di film Marvel.
—
Gareng Petruk bilang:
“Kalau suara rakyat dianggap angin lalu, maka biarlah wartawan meniupnya jadi badai!”
https://garengpetruk.com/opini-gareng-petruk-ketika-wartawan-bicara-24-jam-dunia-mulai-dengar-tapi-masih-banyak-yang-tidur/
No comments:
Post a Comment