Saturday, June 14, 2025

Kades Ambal-Ambil, Dana Disedot, Rakyat Melongo

“Kepala desa kok ndakiso jadi kepala keluarga yang jujur. Malah mbukak warung korupsi.” – Gareng, mantan Ketua RT yang pensiun dini gegara trauma musyawarah.

BANGIL – Hari Jumat, tanggal 13 Juni 2025, bukan hari sial buat semua orang. Tapi buat Kepala Desa Ambal-ambil, Saiful Anwar (58), hari itu kayak tanggal jatuh tempo utang koperasi: mendebarkan, menyesakkan, dan ujung-ujungnya ditahan polisi.

Kata Pak Polisi, beliau resmi ditahan setelah dijerat kasus dugaan korupsi APBDes tahun anggaran 2021–2022. Duit yang harusnya buat bangun desa, malah dibelanjakan buat “kebutuhan pribadi” – entah itu sabun mandi aroma lavender, atau cicilan motor matik buat keliling kampung. Total kerugian negara? Rp448.222.635. Ndang digebyah garing ae, Pak!

 

“Gara-gara APBDes diselewengke, sumur bor ora metu banyu, tapi malah metu amarah warga!” – celetuk Petruk sambil nyeduh kopi sachet expired.

Modusnya? Fiktif-Fiktif Club!

 

Lha, kok bisa? Gampang, Mas. Modusnya macam sinetron panjang: dari proyek fiktif, nota kosong, uang cair langsung pindah ke rekening pribadi, sampai honor TPK ra dibayar. Mungkin Kades ini merasa lebih cocok jadi aktor daripada pemimpin desa.

 

“Nota kosong kok iso ngisi perutmu, Pak? Lha aku nulis puisi aja isine kosong-kosong, ra tau kenyang.” – keluh Gareng yang gagal ikut lomba Karya Ilmiah Remaja karena dana pelatihan ra jelas jalure.

Anggaran belanja desa, yang semestinya dikelola bareng-bareng sama tim PPKD dan TPK, malah dimonopoli. Macam permainan Monopoli, tapi yang dimakan bukan properti, tapi anggaran rakyat.

 

Tandon Fiktif dan Lele Gaib

Katanya, ada proyek pembangunan sumur bor, tandon air, pengadaan kambing, dan bibit lele. Tapi semua itu ora ana wujudé. Mungkin lelenya sedang metaverse, atau kambingnya langsung di-zoom meeting.

 

“Pak, ini bibit lelenya mana?”

“Itu sudah saya upload di Google Drive, Bu.”

Warga desa sempat heran, kenapa sumur bor dibor tapi airnya nggak keluar? Ternyata, RAB-nya disulap, dan harganya dimark-up sampai langit ke tujuh. Mahal seperti rasa cinta yang tak berbalas.

Korupsi Desa: Wabah Akut Demokrasi Lokal

 

Kata Kompol Andy Purnomo, penyelewengan ini bukan sekadar pelanggaran, tapi bentuk nyata pengkhianatan terhadap rakyat. Kades ditunjuk buat ngopeni desa, bukan ngenteni momen transfer dana.

 

“Dulu kami demo minta tambal jalan. Sekarang kami sadar: jalan rusak ternyata masih lebih jujur daripada Kadesnya,” ujar salah satu warga sambil menambal hatinya sendiri.

Kasus ini hanyalah potret kecil dari persoalan besar: korupsi desa yang kerap dianggap enteng, padahal dampaknya bisa seberat gajah duduk di atas pangkuan rakyat.

Petruk Ngomong: Kades Sejati itu Ngopeni, Bukan Njebaki

 

Dalam dunia ideal ala Petruk, kades itu harus jadi bapak rakyat, bukan bandit rakyat. Kudu iso nuduhake bahwa kekuasaan itu amanah, bukan ATM pribadi. Apalagi zaman digital kayak gini, jejak kejahatan nggak bisa dihapus pakai penghapus karet 2B.

 

“Kamu mungkin bisa ngapusi warga, tapi ojo lali: malaikat pencatat ora butuh CCTV.”

Ancaman Hukuman: Satu Dekade Jadi Warga Binaan

 

Saiful Anwar dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Ancaman maksimal: 20 tahun penjara. Cukup buat belajar dari nol sampai S3 soal moral dan etika.

 

Semoga nanti di balik jeruji, beliau sadar: lebih baik dikenal sebagai Kepala Desa yang merakyat, ketimbang Narapidana yang dulu pernah jadi Kades.

Penutup: Desa Bukan Ladang Bisnis, Tapi Ladang Pengabdian

 

Kepala desa itu mestinya bikin rakyat bangga, bukan bikin rakyat trauma. Kalau uang APBDes bisa menghidupkan ekonomi rakyat, kenapa malah dijadikan tabungan pribadi untuk kebutuhan sepele?

 

“Le, nulis berita korupsi iki rasane pedes, tapi kudu tak tulis, ben rakyat ngerti, ben kades-kades liyane ora ndadak amnesia kalo pegang duit negara,” tutup Petruk sambil ngajak Gareng diskusi bikin draft RUU Anti-Kades Korupsi.


https://garengpetruk.com/kades-ambal-ambil-dana-disedot-rakyat-melongo/

______

No comments: