Sunday, June 15, 2025

Rapor Merah Pengelolaan Haji Indonesia

Oleh Firnas


Kuota Haji Indonesia Terancam Dipangkas 50% oleh Arab Saudi: Ada Rapor Merah Tata Kelola?

MEKAH, ARAB SAUDI – Setelah seluruh rangkaian ibadah haji tahun ini hampir selesai dan sebagian jemaah haji Indonesia telah kembali ke Tanah Air, muncul kabar mengejutkan mengenai kebijakan haji tahun depan. Pemerintah Arab Saudi dikabarkan akan menerapkan sejumlah kebijakan baru, termasuk wacana pengurangan kuota jemaah haji Indonesia sebesar 50%. Isu ini mencuat dalam pertemuan antara Badan Pelaksana Haji (BPH) dan Menteri Haji Arab Saudi.

Salah satu alasan di balik wacana pengurangan kuota ini adalah "rapor merah" yang didapatkan Indonesia dalam pelaksanaan haji tahun ini. Pengurangan kuota sebesar 50% tentu menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat Indonesia, mengingat daftar tunggu haji yang saat ini sudah mencapai puluhan tahun.


Penyebab Rapor Merah: Visa Non-Haji dan Penertiban Ketat

Wacana pengurangan kuota ini merupakan kelanjutan dari masalah tahun lalu, di mana sekitar 1.300 jemaah haji meninggal dunia. Setelah diverifikasi, 80% dari jemaah yang meninggal tersebut diketahui menggunakan visa non-haji.

Untuk menanggapi hal ini, Pemerintah Arab Saudi di tahun 2025 melakukan penertiban ketat, dengan tujuan meningkatkan kualitas layanan haji menjadi "zero complain" dan "zero masalah." Ini dibuktikan dengan pengurangan kuota haji secara signifikan di tahun ini, yang mencapai hampir 800.000 jemaah dari seluruh dunia. Semua jenis visa selain visa haji, termasuk visa Furoda yang biasanya menjadi jalur alternatif, tidak dikeluarkan pada tahun ini. Kebijakan ini menunjukkan keinginan Arab Saudi untuk memastikan semua jemaah berada dalam sistem yang terdata, sehingga jika terjadi masalah, penelusuran dapat dilakukan dengan mudah.


Tantangan Puncak Haji dan Dampak Jangka Panjang

Salah satu masalah tak terduga yang menjadi catatan penting tahun ini adalah insiden jemaah haji di Muzdalifah yang terpaksa berjalan kaki berkilo-kilometer menuju Mina. Kondisi ini sangat berbahaya, mengingat tidak semua jemaah memiliki kondisi kesehatan yang prima. Bagi pemerintah Saudi, insiden seperti ini dapat menimbulkan tanggung jawab besar jika ada jemaah yang sakit atau meninggal dunia akibat kesalahan koordinasi. Pelaksanaan haji Arab Saudi pun terus dipantau ketat oleh negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Dampak dari wacana pengurangan kuota ini bisa sangat besar. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia bisa meningkat, mengingat antrean haji yang sudah sangat panjang (bisa mencapai 35-45 tahun). Hal ini juga berpotensi memengaruhi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), karena masyarakat bisa menarik dana mereka dan mencari alternatif lain, yang akan menjadi masalah tersendiri bagi pengelolaan keuangan haji.


Evaluasi Menyeluruh dan Harapan Peningkatan Layanan

BPKH telah mengakui bahwa Indonesia memang mendapatkan rapor merah dari Pemerintah Arab Saudi dalam beberapa aspek tata kelola haji. Salah satunya adalah masalah transparansi data kesehatan jemaah, di mana Indonesia disebut mengirimkan calon jemaah yang tidak lagi dalam kondisi bugar. Selain itu, masalah transportasi, konsumsi, dan akomodasi selama puncak haji juga menjadi catatan penting.

Meskipun setiap tahun ada evaluasi pelaksanaan ibadah haji, tantangan yang muncul tahun ini seharusnya menjadi momentum penting bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan perbaikan menyeluruh. Ini demi menjaga kuota haji tetap utuh dan meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga ibadah suci dapat terus berjalan lancar dan aman, khususnya bagi jemaah asal Indonesia. (*)


No comments: