Penulis: Firnas Muttaqin
Pernyataan Anies Baswedan mengenai kriminalisasi terhadap ekonom senior Thomas Lembong memunculkan kekhawatiran baru akan independensi dan integritas sistem peradilan di Indonesia. Dalam konteks itu, sorotan pun mengarah pada peran dan efektivitas Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas perilaku hakim.
Dalam pernyataannya, Anies menyebut bahwa apa yang terjadi pada Tom Lembong bukan hanya perkara individu, tapi bisa menjadi preseden berbahaya yang berdampak terhadap jutaan warga lainnya. Jika proses hukum diwarnai penyimpangan atau pengabaian fakta, hal itu dinilai mencederai keadilan dan berpotensi membuka ruang kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis maupun berintegritas.
*Komisi Yudisial: Pengawal Etika Hakim*
Komisi Yudisial adalah lembaga independen yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat hakim. Wewenangnya mencakup pengusulan pengangkatan hakim agung, serta pengawasan atas perilaku hakim melalui penelusuran dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Jika dalam suatu perkara terdapat indikasi bahwa hakim mengabaikan fakta, bersikap tidak imparsial, atau terpengaruh tekanan eksternal, maka KY dapat melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung.
> “Pernyataan Anies menyinggung isu serius: bagaimana sistem hukum kita dapat menjamin keadilan jika aparat penegak hukumnya justru berpotensi menyalahgunakan kewenangan?” ujar seorang pengamat hukum tata negara.
*Perlindungan Publik dan Pencegahan Preseden Buruk*
KY menjadi benteng terakhir untuk memastikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan tetap terjaga. Di tengah kekhawatiran akan potensi kriminalisasi, KY memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa proses hukum dijalankan dengan profesional, beretika, dan tidak menyimpang dari prinsip keadilan.
Pernyataan Anies menekankan pentingnya KY untuk:
* *Menindaklanjuti laporan masyarakat*, termasuk dari tokoh publik, terkait dugaan pelanggaran etik hakim;
* *Mengusut potensi penyimpangan proses hukum*, termasuk pengabaian fakta persidangan;
* *Memberi jaminan bahwa setiap warga, siapa pun dia, diperlakukan setara di mata hukum.*
*Menjaga Demokrasi dan Keadilan Substantif*
Jika tudingan terhadap kriminalisasi benar, maka bukan hanya hak individu yang terancam, tapi juga sendi demokrasi. Dalam negara hukum, aparat peradilan tidak boleh menjadi alat kekuasaan. Komisi Yudisial, dalam hal ini, harus berperan aktif sebagai penyeimbang dan pengoreksi sistem peradilan agar tetap berjalan dalam relnya.
*Kesimpulan*
Pernyataan Anies Baswedan menjadi alarm bagi semua pihak, bahwa pengawasan terhadap hakim tidak boleh bersifat simbolis. Komisi Yudisial harus hadir bukan hanya secara formal, tetapi juga substantif dalam menjawab keresahan publik. Hanya dengan sistem pengawasan yang kuat dan transparan, kepercayaan terhadap hukum bisa dipulihkan — dan keadilan bisa benar-benar ditegakkan, bukan sekadar diucapkan. (*)
https://jatimlines.id/kriminalisasi-thomas-lembong-komisi-yudisial/
---
No comments:
Post a Comment