Debat Sengit Isu Israel-Palestina: Klaim Sejarah hingga Tuduhan Pungutan Liar dalam Program Bantuan
Jakarta – Perdebatan panas mengenai konflik Israel-Palestina kembali mencuat dalam sebuah diskusi publik yang menampilkan dua sudut pandang berbeda: Monika, yang membela posisi Israel, dan Husein Gaza, seorang aktivis yang lama tinggal di Gaza. Diskusi ini menyentuh berbagai aspek, mulai dari sejarah konflik, legalitas pendirian Israel, hingga isu kemanusiaan dan dugaan manipulasi informasi.
Sengketa Sejarah dan Pembagian Tanah
Monika memulai argumennya dengan merujuk pada Mandat Inggris tahun 1947, di mana Inggris menyerahkan wilayah tersebut kepada PBB. Menurutnya, PBB kemudian membagi dua wilayah menjadi Palestina Arab dan Palestina Yahudi melalui Resolusi 181.
"PBB yang membagi dua tanah, 181 Resolusi 181. Dasar hukumnya di situ, legalitasnya di situ," ujar Monika. Ia menambahkan bahwa 33 negara menyetujui pembagian tersebut, sementara 13 menolak dan 10 abstain. Israel, menurut Monika, menerima keputusan itu dan memerdekakan diri, sehingga ia mempertanyakan letak kesalahannya.
Monika lebih lanjut berpendapat bahwa kegagalan berdirinya negara Palestina bukan salah Israel, melainkan karena Yordania dan Mesir yang mencaplok jatah tanah untuk Palestina di Tepi Barat (Yudea dan Samaria) serta Gaza.
Sang Sejarawan Membantah: "Proyek Zionisme Bukan tentang Hidup Berdampingan"
Argumen Monika segera dimentahkan oleh Husein Gaza, yang langsung mempertanyakan latar belakang Monika dalam bidang sejarah. Husein kemudian mengutip dua profesor sejarawan Yahudi terkemuka untuk membantah narasi Monika.
"Ilan Pape, Profesor di Universitas Exeter, sejarawan Yahudi. Apa dia bilang? Proyek Zionisme itu tidak pernah tentang hidup berdampingan, tapi menyingkirkan penduduk asli atau etnis cleansing," tegas Husein. "Kedua, bicara tentang perdamaian sambil menduduki tanah orang lain adalah bentuk kemunafikan tertinggi."
Husein juga mengutip Shlomo Sand, sejarawan Israel dan profesor di Tel Aviv University, yang menyatakan: "Secara historis, tidak ada yang namanya bangsa Yahudi, itu mitos Zionis." Ia menambahkan bahwa Zionisme modern menciptakan asal-usul mitologis untuk membenarkan perampasan tanah Palestina.
Strategi Diplomasi Pinggiran Israel dan Isu Humanisme
Husein juga menyoroti apa yang ia sebut sebagai "proyek desain Israel" yang dimulai pada tahun 1950-an oleh Perdana Menteri pertama Israel, David Ben Gurion, bernama Peripheral Alien Strategy (Strategi Diplomasi Pinggiran). Strategi ini, menurut Husein, bertujuan menarik simpati dunia dengan menggunakan narasi minoritas.
"Dia menggunakan narasi-narasi minoritas untuk menarik simpati semua di semua hal itu," jelas Husein. Ia mencontohkan bagaimana Israel memasukkan proyek ini ke kaum Druze dan Kurdi di Suriah dan Irak, serta kelompok Maronit Kristen di Lebanon. Di Indonesia, Husein menuduh proyek ini digunakan untuk mendoktrin beberapa kelompok, khususnya di wilayah Timur, dengan ide-ide seperti emansipasi perempuan dan LGBTQ, seolah-olah Israel peduli terhadap minoritas.
Perdebatan semakin memanas saat Monika mengklaim bahwa warga Israel yang ditawan di Gaza tidak dimanusiakan, menyebutnya sebagai "hoax". Namun, Husein dengan tegas membantahnya, merujuk pada rekaman pertukaran tawanan yang disaksikan jutaan orang. Ia bahkan mengklaim bahwa para pejuang Gaza memperlakukan tawanan dengan sangat manusiawi, bahkan merawat hewan peliharaan tawanan.
"Bapak saya dibunuh, anak saya dibunuh, dan di depan saya ini ada tawanan Israel. Kalau saya ini bukan pejuang yang memiliki nilai kemanusiaan, itu sudah saya habisi itu. Tapi apa yang dilakukan oleh para pejuang Gaza? Mereka kasih makan, bahkan para pejuang Gaza enggak makan, yang penting tawanan makan. Mereka bersihkan, mereka muliakan," papar Husein, menjelaskan bahwa tujuan penawanan adalah untuk ditukar dengan 10.000 tawanan Palestina di penjara Israel.
Kontroversi Serangan 7 Oktober dan Tuduhan "Framing"
Husein juga mengkritik fokus berlebihan pada serangan 7 Oktober, sementara serangan Israel sebelumnya pada 2012, 2014, dan 2021 tidak dibahas secara mendalam. Ia mengklaim bahwa serangan 7 Oktober dilakukan karena adanya data intelijen mengenai serangan besar yang akan datang dari Israel.
Monika kemudian menunjukkan sebuah foto yang diklaim menunjukkan warga Gaza memamerkan dua bayi yang dibunuh selama ditawan oleh Hamas, menuduhnya sebagai "teroris Hamas". Husein menolak tuduhan itu, menyebutnya sebagai "framing" dan meminta sumber serta tautan berita yang valid.
Husein menegaskan kembali bahwa argumen Monika tidak didukung data dan hanya berupa tuduhan. "Ini yang saya bilang, argumen-argumen yang kedua. Jatah saya bicara adalah ini adalah bukti bahwa Israel memanusiakan orang Indonesia yang anti-Israel sekalipun dibawa pulang, menurut Jewish Insider. Israel menong aktivis kemanusiaan di Gaza, salah satunya adalah Mas Husein Gaza. Ini buktinya dari inila.com," balas Husein, namun Monika kembali mempersoalkan keabsahan bukti tersebut.
Asal-usul Bangsa Yahudi: Mitos atau Fakta?
Perdebatan lalu beralih ke asal-usul bangsa Yahudi. Husein mempertanyakan klaim Monika tentang sejarah, mengingat Monika tidak memiliki latar belakang studi sejarah formal. Ia mempertanyakan apakah profesor-profesor sejarawan Yahudi yang ia kutip keliru.
Monika menjawab bahwa ia berbicara berdasarkan catatan PBB dan sebagai aktivis pro-Israel. Ia juga menyinggung tentang perbedaan kelompok Yahudi seperti Yahudi Ashkenazi, Misrahi, dan Sefardic, serta klaim bahwa sebagian mereka bukan keturunan Sem, Abraham, Ishak, atau Yakub, melainkan keturunan Gomer, anak Yafet.
"Kalau semua orang merasa orang Yahudi warga Israel saat ini bukan orang Yahudi asli, bukan orang bangsa Israel asli, maka pada saat Ottoman berkuasa, itu siapa yang menjadi Yahudi di dalam kerajaan Ottoman selama 400 tahun?" tanya Monika.
Diskusi berakhir dengan Husein menyimpulkan bahwa Monika "betul-betul pasang badan untuk Israel, rasa Israel tidak boleh kita kritisi, tidak boleh kita salahkan." Namun Monika menegaskan kembali pentingnya demokrasi dan kebebasan untuk mengkritik.
Perdebatan ini menyoroti kompleksitas konflik Israel-Palestina yang melibatkan sejarah panjang, interpretasi yang berbeda, serta implikasi kemanusiaan yang mendalam. (*)
Sumber:
No comments:
Post a Comment