Penulis: Firnas Muttaqin
Jumat, 4 Juli 2025
JAKARTA, 4 Juli 2025 — Koni Rahakundini, seorang akademisi yang dihormati di Rusia, akhirnya menyerahkan 37 dokumen penting yang dititipkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada Wakil Sekjen PDIP, Adi Wijayanto. Dokumen-dokumen ini, yang sebagian besar telah dinotariskan di Rusia, memicu kekhawatiran mendalam, terutama terkait dugaan upaya pembubaran PDIP dan isu internal Polri.
Penyerahan dokumen ini dilakukan setelah Hasto Kristiyanto ditahan oleh KPK terkait kasus lama yang kembali diangkat. Rahakundini, yang juga merupakan sahabat dekat Hasto, mengungkapkan tiga alasan kuat di balik keputusannya untuk mengembalikan dokumen tersebut.
"Pertama, saya kesulitan menghubungi Pak Sekjen Hasto Kristiyanto, sahabat saya. Kalau kita dititipi sesuatu, harus jelas, bukan? Saya jadi takut, apalagi dengan isi beberapa dokumen tersebut," jelas Rahakundini dalam perbincangan eksklusif dengan Prof. Refly Harun di kanal YouTube Refly Harun Channel, Jumat (4/7).
Isi Dokumen: Dari Isu Kapolri hingga Upaya Penghancuran PDIP
Rahakundini merinci, ada 32 dokumen yang dinotariskan pertama kali, disusul lima dokumen tambahan, sehingga totalnya menjadi 37 dokumen. Dari keseluruhan dokumen, dua di antaranya paling membuatnya cemas: dokumen nomor 16 yang terkait dengan Kapolri, dan dokumen nomor 7 yang berisi dugaan gerakan penghancuran atau pembubaran PDIP.
"Terus terang, saya sangat gugup dengan dokumen nomor 16 karena itu terkait Kapolri, dan dokumen nomor 7 tentang bagaimana PDIP ingin dibubarkan atau dihancurkan. Kadang kalau kita tahu terlalu banyak, kita jadi takut sendiri," ungkap Rahakundini. Meskipun ada dokumen lain yang mungkin lebih "seru" bagi sebagian orang, seperti kasus korupsi dengan nama-nama yang disebut gamblang, baginya kedua dokumen itu paling mengkhawatirkan.
Amanat Megawati dan Status Akademik di Rusia Jadi Alasan Penyerahan
Selain kesulitan menghubungi Hasto, Rahakundini juga mengungkapkan adanya amanat langsung dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Ia mengaku pernah menceritakan keberadaan dokumen tersebut kepada Megawati sebelum penahanan Hasto.
"Ketika kejadian Mas Hasto ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan, hari itu juga saya dipanggil oleh Ibu (Megawati) ke Teuku Umar. Ibu bilang, 'Tolong ya, setahu saya hanya kalian berdua (saya dan Andi Wijayanto) yang pegang.' Ibu melarang saya dan Mas Andi untuk bicara soal itu. Tentu saya patuh karena itu bukan hak saya," jelasnya.
Alasan ketiga yang paling krusial bagi Rahakundini adalah status akademiknya di Rusia. Ia baru saja diangkat sebagai Distinguished Professor di Saint Petersburg State University, sebuah kampus yang berada di bawah pengawasan langsung Presiden Putin. Kontraknya di Rusia berlangsung hingga 26 Februari 2028, menjadikannya sulit untuk sering pulang pergi ke Indonesia.
"Dengan status Distinguished Professor, seluruh Rusia harus memperlakukan saya khusus. Saya dianggap punya ilmu dan keahlian khusus. Ini akan menjadi beban jika tiba-tiba ada kaitan dengan dokumen ini. Maka saya putuskan setelah rapat dengan keluarga dan komunikasi dengan DPP PDIP untuk menyerahkannya," papar Rahakundini.
Kepemilikan Dokumen dan Harapan Perbaikan Bangsa
Rahakundini menegaskan bahwa dokumen-dokumen tersebut adalah milik pribadi Hasto Kristiyanto, bukan milik institusi PDIP. Hal ini ia duga karena jika milik partai, Megawati tidak akan melarangnya untuk berbicara. Penyerahan dokumen dilakukan secara resmi kepada Adi Wijayanto sebagai Wakil Sekjen PDIP, sesuai amanat Hasto.
Meskipun ia tahu semua isi dokumen tersebut, Rahakundini mengaku tidak mendalaminya secara detail karena kesibukannya di Rusia. Ia hanya merasa "ngeri" saat membaca dokumen 16 dan 7.
Ia juga menambahkan bahwa isi dokumen bervariasi, ada yang berupa narasi, ada pula yang didukung bukti-bukti.
Menutup perbincangannya, Rahakundini menyampaikan harapannya agar kembalinya dokumen ini ke tanah air dapat segera menyelesaikan 37 kasus besar atau "kehebohan" yang dikhawatirkan.
"Bangsa kita ini perlu bergerak maju, tidak bisa begini terus di tengah tantangan dunia dan geopolitik yang semakin menggila," tandasnya.
"Saya berharap, kalaupun dokumen itu dibuka oleh siapa pun nanti, apakah oleh Mas Hasto sendiri, itu adalah untuk memperbaiki dan membenahi bangsa ini menjadi lebih baik, bukan untuk saling membunuh," pungkas Koni Rahakundini.
Sumber:
https://youtu.be/8PLy_sY8sEA?si=60gT4nurWbZCf7aG
___
No comments:
Post a Comment