Penulis: Firnas Muttaqin
Senin, 14 Juli 2025
Dalam pengajian Senin malam (14/7/2025) yang khusyuk di Masjid Al Ishlah Al Irsyad, Ustadz Abu Qosim M. Iksan kembali mengingatkan umat tentang salah satu nilai paling mendasar dan paling mulia dalam Islam: *berbakti kepada orang tua*. Melalui tafsir Surat Al-Isra' ayat 23, beliau mengangkat pentingnya memperlakukan orang tua dengan penuh hormat, cinta, dan kelembutan.
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
(QS. Al-Isra' [17]: 23)
Dari ayat Al Quran ini, Allah secara tegas melarang anak berkata kasar kepada orang tuanya, bahkan sekadar mengeluh dengan kata "ah" atau "cis" pun sudah cukup untuk menyakiti hati mereka. Bahkan dalam usia dewasa, hingga usia 40 tahun sekalipun, anak tetap diwajibkan memohonkan rahmat dan ampunan untuk kedua orang tuanya. Karena cinta dan pengorbanan orang tua bukan hanya ketika mereka kuat dan berdaya, tetapi sejak sang anak masih dalam kandungan, lahir, hingga dewasa.
Namun, Ustadz Abu Qosim juga menyampaikan sisi yang menyedihkan dari realitas kehidupan: *anak-anak durhaka*. Mereka yang merasa berat memberi bantuan kepada orang tuanya, bahkan saat orang tua berada dalam kelemahan. Dengan lantang, beliau mengkritik fenomena cinta satu arah—kasih orang tua sepanjang masa, tapi kasih anak hanya sepanjang jalan.
Lebih jauh, beliau menyinggung anak-anak yang tidak percaya pada kehidupan akhirat, pada hari kebangkitan, pada surga dan neraka. Mereka menganggap semua itu hanya dongeng masa lampau, cerita kosong yang tidak layak dipercaya. Padahal, firman Allah telah jelas menyatakan bahwa janji-Nya itu nyata, dan setiap amal manusia akan dibalas secara adil—baik dari golongan manusia maupun jin, karena keduanya sama-sama diciptakan untuk beribadah.
Di akhirat nanti, tingkatan surga dan neraka disesuaikan dengan amal. Surga memiliki derajat: dari yang tertinggi dengan kenikmatan tiada tara, hingga surga terendah bagi mereka yang amalnya minim. Begitu juga neraka: dari lapisan terluar hingga terdalam bagi para pendosa dan orang-orang yang durhaka. Semua ditentukan oleh *ketaatan dan keikhlasan dalam beramal*.
Ustadz Abu Qosim juga mengingatkan, bahwa balasan amal tidak akan diabaikan, bahkan sekecil biji sawi pun takkan luput dari timbangan Allah. Perbuatan baik akan dibalas hingga 700 kali lipat, bahkan lebih, dan nikmat surga yang dijanjikan pun tidak akan pernah terputus.
Namun sebaliknya, bagi mereka yang menikmati dunia dengan berlebihan, menghabiskan harta tanpa syukur, hidup hanya untuk kesenangan, maka azab menanti. Bukan karena mereka kaya, tetapi karena kesombongan mereka—menolak kebenaran, menolak Al-Qur’an, dan menolak ajaran Rasul.
Di akhir ceramah, Ustadz menghibur umat sebagaimana Allah menghibur Nabi Muhammad ketika dakwahnya ditolak. Beliau menyinggung Nabi Hud dan kaum 'Ad sebagai perbandingan—bahwa Rasul selalu dipilih dari kaum terbaik. Dan sebagaimana kaum-kaum terdahulu ada yang binasa karena menolak dakwah, maka umat kini pun perlu waspada agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
*Renungan malam ini menegaskan satu hal: bahwa bakti pada orang tua bukan sekadar perintah, tapi pintu besar menuju ridha Allah. Dan setiap langkah kita di dunia adalah benih untuk kehidupan akhirat.*
Jika dunia adalah ladang, maka kasih dan amal adalah benihnya. Maka janganlah kita menanam durhaka, jika yang kita harap adalah panen rahmat-Nya. (*)
---
No comments:
Post a Comment