Penulis: Firnas Muttaqin (*)
Selasa, 15 Juli 2025
JAKARTA – Kolonel (Purn) Sri Radjasa dalam podcast Dialektika Madilog Forum di kanal YouTube Forum Keadilan TV, Selasa, 15 Juli 2025, melontarkan sejumlah analisis tajam terkait dinamika politik terkini di Indonesia, khususnya terkait hubungan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta bayang-bayang isu Papua.
Sri Radjasa, yang berpengalaman di dunia intelijen, menyebutkan bahwa ada "aroma intrik" di balik penugasan khusus Wakil Presiden Gibran ke Papua. Hal ini terlihat dari respons cepat tiga menteri yang menyatakan Gibran tidak perlu berkantor di sana.
"Penugasan Wakil Presiden untuk menangani Papua itu sudah ada di dalam undang-undang, dan itu juga sudah dilaksanakan oleh Pak Ma'ruf sebelumnya," jelas Sri Radjasa.
Namun, menurutnya, seolah ada kealpaan ketika jabatan Wapres kini dipegang Gibran, yang disibukkan dengan kegiatan lain seperti "membagi-bagi kosmetik yang tidak mendasar".
Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, disebutnya sebagai pihak yang mengingatkan Gibran terkait amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang percepatan pembangunan otonomi khusus di Papua. Namun, ada kerancuan dalam penjelasan Yusril. "Gibran mungkin boleh sekali-sekali (ke Papua) tapi tidak berkantor di sana," kata Sri Radjasa, seraya menduga pernyataan Yusril tersebut bukan semata keinginannya, melainkan "arahan dari bos", yaitu Presiden Prabowo.
Interpretasi Penugasan Gibran ke Papua.
Menurut analisis Sri Radjasa, keinginan Gibran untuk berkantor di Papua—yang kemudian disanggah oleh Mendagri Tito Karnavian dan Prasetio—memiliki dua interpretasi:
1. Menjauhkan Gibran dari isu pemakzulan.
2. Menjauhkan Gibran dari "orang-orangnya Jokowi".
Namun, Sri Radjasa melihat adanya keraguan pada Presiden Prabowo untuk menempatkan Gibran di Papua, meskipun awalnya dimaksudkan sebagai "tameng" bagi Prabowo dari berbagai tudingan. Analisisnya menunjukkan bahwa keberadaan Gibran masih dipertahankan sebagai "bumper"-nya Prabowo, agar fokus publik tetap pada Gibran.
"Ada analisa saya ke sana," kata Sri Radjasa, "namun demikian juga ada keraguan Prabowo untuk menempatkan Gibran di sana karena latar belakang masa lalu bapaknya."
*Menguak Jejak Jokowi dan Isu Referendum Papua*
Dalam bagian yang paling mengejutkan, Sri Radjasa mengungkapkan informasi dari seorang tokoh adat Papua Barat, yang dia klaim memiliki rekamannya. Menurut informasi tersebut, pada Agustus 2014, sebelum pemilihan presiden, Jokowi pernah menemui Profesor Damien Kingsbury di Brisbane.
"Damien Kingsbury ini adalah pakar disintegrasi dan international advisor untuk gerakan separatis di Indonesia semuanya," ungkap Sri Radjasa.
Ia menuding misi Jokowi ke sana adalah "membawa dokumen referendum Papua Barat."
"Ini bahaya, ini indikasinya kepada pengkhianatan," tegas Sri Radjasa.
Menurutnya, setelah pertemuan itu, aksi bersenjata Gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) terus meningkat sejak 2014. Ia juga menuding bahwa di balik semua ini ada "tangan Amerika" yang berperan dalam mengangkat Jokowi ke posisi presiden.
Lebih lanjut, Sri Radjasa mengkritik pendekatan pembangunan yang dilakukan Jokowi di Papua, termasuk program food estate 2 juta hektar. "Itu semacam kayak bom waktu, karena itu tanah adat, tanah ulayat yang dipakai, yang sangat keramat bagi orang Papua," ujarnya, memprediksi hal ini akan memicu konflik di kemudian hari.
*Kekuatan Minimalis Presiden Prabowo?*
Sri Radjasa juga menyoroti kondisi kepemimpinan Prabowo saat ini. Ia menilai ada "keraguan" dan "ketakutan" yang besar pada diri Prabowo, berbeda dengan karakternya di masa lalu yang cenderung "over confident".
"Ini akan menjadi pembuktian buat Prabowo, ketika sebagai presiden tidak mampu melakukan penyelesaian persoalan bangsa ini dalam waktu dekat, maka Prabowo akan dicap hanya sekadar presiden, tapi bukan negarawan," prediksinya.
Ia secara gamblang menyatakan pesimismenya terhadap perubahan signifikan di bawah kepemimpinan Prabowo jika masih terkesan normatif dan tidak berani mengambil langkah di luar kebiasaan.
"Saya pikir Prabowo akan menjadi presiden dengan kekuasaan minimalis," pungkas Sri Radjasa, mengacu pada dugaan adanya "operasi garis dalam" yang dilancarkan oleh kubu Jokowi di dalam kekuasaan Prabowo. (*)
Sumber :
https://youtu.be/joxqM2iasZM?si=MKHL0jSZSjFznRFy
Tayang disini :
https://jatimlines.id/operasi-garis-dalam-prabowo-gibran-sri-radjasa/
No comments:
Post a Comment