Di tengah semilir angin tambak dan aroma khas laut pagi, ratusan warga Kota Pasuruan memulai hari dengan langkah penuh semangat. Sabtu, 26 Juli 2025, menjadi hari yang tak sekadar tentang olahraga atau hiburan—tetapi tentang merawat kebanggaan lokal. Festival Bandeng Jelak ke-6 kembali digelar, dan dengan sorak penuh suka cita, Wakil Wali Kota Pasuruan, M. Nawawi, membuka acara jalan pagi “Pipir Tambak” yang menjadi pembuka rangkaian festival bahari paling ikonik di kota ini.
“Syukur Alhamdulillah, kita semuanya diberikan kesehatan,” ucap Nawawi dalam sambutan pembukaannya. Ucapan itu bukan sekadar formalitas, melainkan refleksi dari rasa syukur atas keberlangsungan sebuah tradisi yang terus tumbuh menjadi simbol kekuatan ekonomi dan pariwisata Kota Pasuruan.
*Bandeng Jelak: Bukan Sekadar Ikan, Tapi Identitas Daerah*
Bandeng Jelak bukanlah sekadar komoditas perikanan. Ia adalah cerita tentang tanah, air, dan manusia pesisir. Keunikannya terletak pada cita rasa khas yang tidak berbau tanah, menjadikannya salah satu jenis bandeng unggulan yang jarang ditemukan di daerah lain. Di tangan masyarakat Kelurahan Blandongan, Kecamatan Bugul Kidul, bandeng ini diolah secara tradisional, diasap dengan teknik turun-temurun, dan menjadi simbol kejayaan hasil tambak Kota Pasuruan.
Lewat Festival Bandeng Jelak, potensi lokal ini diangkat bukan hanya ke tingkat regional, tapi juga nasional dan bahkan internasional. Dinas Perikanan Kota Pasuruan bersama Forikan Indonesia, FEDUFISS, dan JeBiZa Event Organizer menjalin kolaborasi lintas sektor yang tak hanya merayakan makanan, tapi juga kearifan lokal, edukasi, dan penguatan ekonomi masyarakat pesisir.
Antara Kuliner, Kearifan Lokal, dan Digitalisasi
Tak hanya memanjakan lidah lewat hidangan seperti *Mangut Bandeng Asap* dan *Fish Burger Fun Cooking*, festival ini juga menunjukkan keterbukaan Pasuruan terhadap modernitas. Keterlibatan para kreator konten TikTok menjadi sinyal bahwa promosi tradisi tak harus terjebak dalam pola lama. Di era digital, viralitas bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi.
Wakil Wali Kota Nawawi bahkan tak ragu untuk menyelipkan humor. “Biasanya bisik-bisik makannya nasi kambing terus. Hari ini semua harus makan Bandeng Jelak. Setuju?” candanya, disambut gelak tawa dan semangat dari para peserta. Sentuhan personal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota hadir tidak hanya sebagai pengelola acara, tetapi sebagai bagian dari denyut komunitas itu sendiri.
*Membawa Tradisi ke Masa Depan*
Festival Bandeng Jelak 2025 bukan hanya tentang pesta kuliner. Ia adalah ruang temu antara generasi tua dan muda; antara budaya lama dan strategi promosi baru. Ketika ibu Wakil Wali Kota Pasuruan turut mengajarkan cara membuat burger ikan, atau saat King Abdi memimpin demo memasak mangut bandeng dengan sentuhan modern, tersirat sebuah pesan: tradisi bisa tumbuh, hidup, dan tetap relevan jika dikelola dengan cinta dan inovasi.
Lebih dari itu, festival ini mempertegas bahwa pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal bisa menjadi penggerak ekonomi yang inklusif. Dari para petambak, pengolah hasil laut, pelaku UMKM, hingga pelajar yang ikut belajar memasak—semua mendapat ruang untuk tampil, tumbuh, dan terhubung.
*Penutup: Pasuruan, Laut, dan Harapan*
Ketika langkah kaki warga menyusuri tambak dalam gerak jalan pagi, mereka tak hanya bergerak secara fisik. Mereka sedang menapaki jalan harapan—bahwa laut, tambak, dan ikan bukan hanya soal pekerjaan, tapi tentang masa depan bersama. Festival Bandeng Jelak menjadi bukti bahwa di tangan yang tepat, tradisi bisa menjadi jalan menuju kemajuan.
Di tengah tantangan global dan fluktuasi ekonomi, Pasuruan menunjukkan bahwa kekuatan lokal tak boleh diremehkan. Dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan kecintaan pada warisan sendiri, kota ini telah menunjukkan bahwa bandeng pun bisa menjadi ikon peradaban. (*)
Penulis: Fim
Tayang disini:
https://jatimlines.id/konsep-otomatis-2-festival-bandeng-jelak-2025-pasuruan/
---
No comments:
Post a Comment