Wednesday, July 16, 2025

Ketahanan Keluarga di Jawa Timur: Tantangan dan Solusi di Tengah Maraknya Perceraian dan Fatherless


(Wawancara Eksklusif dengan *Hikmah Bafaqih*, Anggota Komisi E DPRD Jatim)

SURABAYA, JAWA TIMUR – Ketahanan keluarga di Jawa Timur menghadapi tantangan serius di tengah kompleksitas kehidupan modern. Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, *Ibu Hikmah Bafaqih*, dalam podcast PODSS  Suara Surabaya, menegaskan bahwa keluarga adalah fondasi utama bagi *kesehatan mental* dan kesejahteraan masyarakat, bahkan negara. Namun, data dan fenomena sosial menunjukkan adanya kerentanan yang mengkhawatirkan.

*Keluarga: Validator Utama Nilai dan Pencegah Trauma Anak*

Ibu Hikmah Bafaqih menyoroti peran *keluarga sebagai validator utama* bagi informasi dan nilai yang diterima anak-anak, baik dari sekolah maupun tempat mengaji. "Informasi-informasi baik di sekolah, di tempat ngaji itu kan butuh validasi, Mbak. Dan anak-anak validasi utamanya itu dari keluarga," ujarnya. Inkonsistensi antara nilai yang diajarkan di luar dan perilaku di rumah dapat menyebabkan kebingungan dan trauma bagi anak.

Ia juga keras mengingatkan orang tua agar tidak "memanggungkan masalah" keluarga di media sosial. Menurutnya, jejak digital yang terekam dapat diakses kembali oleh anak di kemudian hari, memicu trauma yang terpendam. "Respon anak itu tidak langsung, Mbak. Tapi dia akan menyimpan dalam *mind* dia. Segala macam keburukan relasi orang tuanya itu dia simpan dan ini suatu saat akan jadi trauma," jelas Ibu Hikmah.
*Definisi Ketahanan Keluarga: Mengelola Masalah, Bukan Tanpa Masalah*

Sebagai praktisi dan pemerhati perempuan dan anak sejak 2010, Ibu Hikmah mendefinisikan *ketahanan keluarga* sebagai *kemampuan keluarga untuk mengelola masalah*, baik dari dalam maupun luar, dengan menggunakan sumber daya internal yang dimiliki.

"Keluarga yang berketahanan itu bukan keluarga yang tanpa masalah," tegasnya. Ia menjelaskan bahwa setiap keluarga pasti memiliki tantangan, namun yang membedakan adalah kemampuan mereka untuk menyadari dan merespons masalah tersebut. Proses pengelolaan masalah, bahkan dengan bantuan pihak ketiga jika diperlukan, lebih penting daripada hasil akhir.

*Data Mengkhawatirkan: Perceraian, Pernikahan Anak, dan Fatherless*

Data kuantitatif menunjukkan gambaran suram ketahanan keluarga di Jawa Timur:
* Angka *perceraian* di Jawa Timur mencapai *79.248 kasus* pada tahun 2024.
* Kasus *dispensasi pernikahan anak* (usia di bawah 19 tahun) mencapai *12.334* pada 2024, belum termasuk pernikahan siri yang tidak tercatat.
* Indonesia menempati *urutan ketiga sebagai negara dengan jumlah anak tanpa ayah (fatherless) terbanyak di dunia*. *Fatherless* tidak hanya berarti ketiadaan ayah secara fisik, melainkan juga absennya peran fungsional ayah dalam keluarga.

Fenomena ini berdampak pada peningkatan kasus *kekerasan dalam rumah tangga* dan *kriminalitas anak*. Ibu Hikmah menyoroti bahwa banyak pelaku KDRT yang ia dampingi rata-rata tumbuh dari keluarga bermasalah, menunjukkan adanya siklus kekerasan.

*Pekerja Migran dan Dilema Ketahanan Keluarga*

Jawa Timur, sebagai provinsi dengan jumlah pekerja migran tinggi, juga menghadapi tantangan khusus. Ibu Hikmah, yang mengelola yayasan Kopatara (Komunitas Perempuan dan Anak Nusantara), mengungkapkan tingginya angka *gugat cerai* dan *pengasuhan yang salah* di basis pekerja migran.

"Tradisi bekerja ke luar negeri itu memang terbangun sejak awal, Mbak," katanya, menjelaskan bahwa hal ini berisiko tidak hanya bagi individu pekerja migran, tetapi juga bagi keluarga yang ditinggalkan. Ia bahkan mengusulkan moratorium bagi ibu dengan anak kecil untuk menjadi pekerja migran, atau mendorong pengiriman pekerja terampil yang belum menikah.

*Solusi: Bukan Sekadar Regulasi, Tapi Edukasi Menyeluruh*

Komisi E DPRD Jawa Timur telah berupaya merumuskan regulasi, seperti Perda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, Ibu Hikmah menilai respons pemerintah terhadap masalah ketahanan keluarga masih minim, terutama karena dukungan anggaran yang sangat kecil untuk kementerian terkait seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

"Saya lebih sepakat untuk menguatkan *edukasi*," ujarnya. Menurutnya, perubahan perilaku tidak selalu berasal dari regulasi yang ketat. Edukasi yang berkelanjutan dan komprehensif, seperti sekolah orang tua atau kelas *parenting*, adalah kunci untuk membangun keluarga yang tangguh.

Ibu Hikmah menekankan pentingnya *waktu yang panjang dan berkualitas* antara orang tua dan anak, bukan sekadar *quality time* yang singkat. Ia menyarankan agar orang tua LDR (Long Distance Relationship) menjelaskan kondisi mereka secara terbuka kepada anak dan meminta maaf karena terpaksa "mencerabut hak" anak untuk bersama mereka.

Ketahanan keluarga yang kuat akan melahirkan masyarakat yang sejahtera dan pada akhirnya, negara yang kokoh. Namun, untuk mencapai itu, diperlukan kesadaran dan upaya kolektif, terutama dari keluarga itu sendiri, yang didukung oleh kebijakan dan edukasi yang memadai dari pemerintah. (*)

Penulis : Fim
Sumber :
https://youtu.be/JD8-nI8bI38?si=1bPv_ejjrcONWmkw


Tayang disini:
https://jatimlines.id/ketahanan-keluarga-jawa-timur-perceraian-fatherless-solusi/
___

No comments: