

Ngaku-ngaku Solusi Dua Negara, Padahal Jualan Satu Kata: Gimmick
Pasuruan, 30 Mei 2025 FIRNAS | garengpetruk.com Sang pengamat dunia dari pojok warung kopi, sambil ngopi pahit tanpa gula, karena dunia ini udah cukup manis dengan janji-janji palsu.


Aduh Mak, Palestina-Mu Kini Jadi Status WhatsApp Diplomatik!

Dulu, kalau ngeliat anak muda upload foto bendera Palestina, terus caption-nya “Free Palestine” sambil selfie di kafe, kita masih maklum. Namanya juga solidaritas dari jarak jauh. Tapi begitu pejabat kita ngomong soal “Solusi Dua Negara” sambil senyum-senyum di forum internasional, bendera Palestina rasanya kayak ditarik jadi taplak meja negosiasi.
Eh, jangan salah, bukan kita anti perdamaian, lho. Tapi kalau perdamaian versi dagang sapi politik luar negeri, ya kita harus waspada. Apalagi kalau yang ngomong “kami akan mengakui Israel kalau mereka kasih kemerdekaan dulu ke Palestina”—lha situ ngomong kayak jualan cilok: “Kalau kamu beli dua, saya kasih satu gratis.” Ini bukan promo Indomaret, Pak! Ini tanah, nyawa, darah, dan sejarah!
—
Solusi Dua Negara: Kayak Rujuk Sama Mantan yang Udah Nikah Sama Tetangga
Kata Muhammad Husein dari Gaza, ide Two-State Solution itu kayak kamu diusir dari rumah sendiri, trus disuruh negosiasi biar bisa tinggal di gudang belakang. Coba bayangin: tanahmu dijarah, rumahmu disulap jadi pangkalan militer, kamu diusir, eh disuruh senyum dan bilang, “Ya udah, setengah rumah buat kamu, setengah lagi buat saya.” Lah elah, ini bukan bagi kue ulang tahun, Bos.
Yang lebih lucu (baca: tragis) lagi, ternyata sebagian besar warga Gaza dan pemimpin mereka kayak Hamas dan Fatah, katanya juga setuju sama solusi dua negara itu. Kenapa? Karena mereka realistis. Bukan karena lupa sejarah, tapi karena sadar dunia ini bukan panggung sinetron Ramadhan. Musuhnya enggak cuma satu—yang ngedukung Israel itu geng barat, bawaannya satu geng Avengers.
—
Israel Itu Negara atau Startup Kolonial?
Kata Husein, Israel bukan negara, tapi proyek. Serius. Proyek strategis kolonialisme barat. Ibaratnya, Israel itu kayak cabang franchise imperialisme modern. Mirip-mirip startup: modal gede, branding meyakinkan, punya investor dari Amerika sampe Eropa, dan model bisnisnya “invasi dan ekspansi.”
Bayangin mereka kumpul di tahun 1907—belum ada iPhone, tapi udah mikirin gimana caranya ngejajah dunia pakai konsep baru. Mereka sadar model kolonial zaman VOC udah out of date. Maka lahirlah metode baru: jajahnya pakai dalih demokrasi, HAM, dan—ini yang paling canggih—kita serang duluan tapi kita ngaku diserang.
—
Prabowo dan Jurus “Jebakan Batman Diplomatik”
Kita mesti jujur juga, cara Pak Prabowo ngomong itu licin manis manja—kayak mau ngajak ribut, tapi sambil ngelucu. “Kami akui Israel asal mereka akui Palestina merdeka.” Cerdas, Pak. Kayak ngajak maling tobat dulu baru dikasih ijin dagang. Karena semua orang juga tahu, Israel paling anti sama yang namanya negara Palestina. Boro-boro kasih tanah, ngaku salah aja enggak pernah.
Ini kalau di sinetron, Prabowo lagi ngomong ke Israel kayak:
> “Aku akan mencintaimu… kalau kamu balikin seluruh isi rumah mantanmu yang dulu kamu rampok, minta maaf di depan publik, terus pindah kontrakan.”
Tapi karena kita tahu Israel tipe cowok yang gaslighting, ujung-ujungnya dia bilang:
> “Loh, kan dulu kamu juga yang ninggalin aku, bukan aku yang ngambil rumahmu…”
—
Tugas Kita: Bukan Cuma Posting, Tapi Mengawal Narasi
Kata Husein, Palestina bukan sekadar politik. Ini akidah. Baitul Maqdis itu amanah. Tapi perjuangannya harus pakai otak dan hati, bukan jempol doang. Jangan dikit-dikit marah, dikit-dikit nuduh “pengkhianat!”—ngomongin strategi bukan berarti melepas prinsip.
Justru kalau kita tahu ini cuma akal-akalan diplomasi, ya kita kawal. Kita desak agar solusi dua negara itu bukan omong kosong, tapi ngikutin Resolusi PBB 242: Israel harus cabut dari tanah jajahan, balikin pengungsi, stop bikin permukiman ilegal, dan buka blokade Gaza. Kalau enggak, ya jangan ngaku-ngaku siap damai.
—
Kesimpulan dari Warung Kopi Gareng
Solusi dua negara itu mirip kayak perjanjian bagi gorengan pas buka puasa:
Kita boleh setuju kalau sama-sama dapet tahu isi.
Tapi kalau satu pihak dapet bakwan doang, dan satunya lagi bawa pulang piringnya, itu bukan solusi—itu pembodohan!
Jadi, dear pemerintah, kalau mau diplomasi, silakan. Tapi jangan sampai diplomasi itu kayak menjual harga diri bangsa Palestina buat dapet tepuk tangan di forum internasional.
Dan dear netizen, kalau mau dukung Palestina, jangan cuma update story. Dukung dengan edukasi, diskusi, dan jaga nalar. Karena perjuangan itu butuh lebih dari sekadar hashtag, butuh nurani, logika, dan secangkir kopi hangat sambil mikir:
> “Kita bela Palestina bukan karena politik, tapi karena ini soal kebenaran yang dicampur darah dan air mata.”
—
Gareng Petruk mengakhiri dengan satu pesan penting:
“Kalau solusi itu bikin kita lupa siapa yang dijajah dan siapa yang menjajah, itu bukan solusi. Itu kamuflase.”
https://garengpetruk.com/ngaku-ngaku-solusi-dua-negara-padahal-jualan-satu-kata-gimmick/
No comments:
Post a Comment