Keajaiban Bahasa Al-Quran: Makna Tersembunyi di Balik Bentuk Jamak yang Berbeda
Presisi Linguistik Al-Quran Mengungkap Kedalaman Makna
Kajian Nouman Ali Khan.
By FIRNAS.
Al-Quran, kitab suci umat Islam, dikenal bukan hanya karena pesan-pesan ilahinya, tetapi juga karena keindahan dan ketepatan bahasanya yang luar biasa. Sebuah studi mendalam mengungkap bagaimana Al-Quran menggunakan nuansa linguistik terkecil, seperti bentuk jamak yang berbeda, untuk melukiskan gambaran yang kaya dan menyampaikan pesan yang mendalam.
Dalam sebuah pembahasan, dijelaskan bagaimana dua ayat yang diturunkan pada waktu yang berbeda—satu di Madinah (Madaniyah) dan satu di Mekah (Makkiyah) bertahun-tahun sebelumnya—menggunakan frasa yang sama, "tujuh bulir gandum," namun dengan bentuk jamak yang berbeda dalam bahasa Arab. Perbedaan ini, yang mungkin terlewat dalam terjemahan bahasa Inggris, ternyata memiliki makna yang sangat signifikan.
Kisah Tujuh Bulir: Kekuatan dan Keterbatasan dalam Kata
Ayat Madaniyah yang membahas tentang anjuran bersedekah, menggambarkan perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, dan setiap bulir memiliki seratus butir. Ini adalah gambaran tentang kelimpahan, pertumbuhan, dan perkembangbiakan yang tak terhingga, melebihi imajinasi manusia. Dalam menggambarkan keberkahan sedekah ini, Al-Quran menggunakan bentuk jamak yang kuat atau "super jamak" (jama' al-katsrah). Pilihan kata ini secara linguistik memperkuat pesan tentang balasan Allah yang berlipat ganda bagi orang-orang yang berderma.
Sebaliknya, dalam Surah Yusuf, yang menceritakan mimpi raja tentang tujuh bulir gandum hijau dan yang kering, Al-Quran menggunakan bentuk jamak yang lebih lemah (jama' al-qillah). Mimpi ini, yang kemudian ditafsirkan sebagai tujuh tahun kemakmuran yang cukup untuk bertahan hidup, diikuti oleh tujuh tahun kelaparan yang mengharuskan penjatahan makanan. Konteks ini menggambarkan situasi yang suram, keterbatasan, dan pertumbuhan yang lemah. Penggunaan bentuk jamak yang lebih lemah di sini secara halus menggambarkan kondisi yang tidak berkelimpahan, memerlukan kehati-hatian, dan jauh dari kemakmuran yang tak terbatas.
Kehalusan Bahasa Al-Quran yang Terabaikan dalam Terjemahan
Perbedaan subtil (terjemahan) dalam penggunaan bentuk jamak ini menunjukkan ketepatan dan kehalusan bahasa Al-Quran yang luar biasa. Dalam bahasa Arab, konsep jamak tidak hanya sebatas "lebih dari satu," tetapi juga dapat menunjukkan tingkat kekuatan atau kelemahan, kelimpahan atau keterbatasan.
Sayangnya, keindahan dan kedalaman makna ini seringkali terabaikan dalam terjemahan ke bahasa lain, di mana kedua bentuk jamak tersebut sering kali diterjemahkan sama, seperti "tujuh bulir" atau "seven ears." Ini menekankan pentingnya mendalami Al-Quran dalam bahasa aslinya untuk memahami kekayaan dan presisi pesan-pesan Ilahi.
"Kehalusan serta ketepatan bahasa Al-Quran yang luar biasa ini akan terabaikan [jika hanya membaca terjemahan]," pungkas pembicara (Nouman Ali Khan), menggarisbawahi betapa setiap pilihan kata dalam Al-Quran memiliki tujuan dan makna yang mendalam. Penemuan semacam ini terus membuat para ahli dan pembaca Al-Quran "terkejut" akan keajaiban linguistiknya.
Sumber:
https://youtu.be/eNFu1tz4VrA?si=ghPabCu04tuuZ4AQ
No comments:
Post a Comment