MENGANTISIPASI TERULANGNYA KEMBALI KRISIS AIR BERSIH DAN KEKERINGAN DI TENGAH MELIMPAHNYA SUMBER MATA AIR DI PASURUAN
Pasuruan, garengpetruk.com
Oleh Firnas
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber air baku, termasuk di antaranya mata air Umbulan Pasuruan yang memiliki debit fantastis mencapai ± 5000 liter per detik. Ironisnya, di tengah kelimpahan ini, krisis air bersih dan ancaman kekeringan justru menjadi momok yang menghantui sebagian warganya.
PDAM Kota Pasuruan, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan air bersih, hanya diperbolehkan memanfaatkan sekitar ± 165 liter per detik dari Umbulan. Sebagian besar sisanya dialirkan ke PDAB Jatim. Kondisi ini menjadi perhatian serius mengingat kebutuhan air bersih di Kota Pasuruan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang pada tahun 2020 mencapai 178.846 jiwa.
Data menunjukkan, kebutuhan air bersih untuk domestik mencapai 233.492 liter/detik, non-domestik 35.024 liter/detik, dengan kebutuhan harian rata-rata 322.219 liter/detik dan kebutuhan puncak mencapai 502.662 liter/detik. Ketidakseimbangan antara kebutuhan yang tinggi dan alokasi sumber air yang terbatas menjadi tantangan besar.
Kabupaten Pasuruan, yang diapit oleh jajaran pegunungan seperti Arjuna, Welirang, dan Tengger, memiliki potensi sumber mata air yang melimpah. Potensi ini justru menarik minat industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) untuk mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Puluhan perusahaan AMDK skala besar beroperasi di sepanjang wilayah Gempol, Pandaan, Prigen, dan kecamatan lainnya, memanfaatkan sumber air pegunungan yang kaya mineral. Merek-merek ternama seperti Aqua, Club, Cheers, dan Cleo lahir dari sumber air di kaki Gunung Arjuna. Bahkan, Kabupaten Pasuruan dijuluki sebagai "surga" industri AMDK di Jawa Timur.
Namun, "surga" ini terancam redup. Berbagai penelitian menunjukkan adanya penurunan debit air yang signifikan. Gunawan Wibisono, seorang hidrolog dari Universitas Merdeka Malang, mengungkapkan bahwa debit mata air Umbulan menyusut drastis dari 6000 liter/detik pada era 90-an menjadi hanya sekitar 3.200 liter/detik pada tahun 2017. Penurunan hampir 50% ini mengkhawatirkan, terutama terkait dengan proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) Nasional yang membutuhkan debit 4.000 liter/detik untuk didistribusikan ke lima kota di sekitar Pasuruan.
Wibisono dan peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Haris Miftahul Fajar, mengidentifikasi kerusakan lingkungan dan pengeboran air tanah ilegal sebagai faktor utama penurunan debit air. Dampak penurunan ini sudah dirasakan oleh masyarakat. Esai berjudul "Mati Dahaga di Tengah Telaga" menggambarkan kesulitan warga Desa Karangjati Lumbang, dekat dengan sumber air Umbulan, yang harus mengantri air bersih dengan jatah terbatas. Kondisi serupa juga dialami di sejumlah desa lain di berbagai kecamatan di Pasuruan.
Kondisi ini menciptakan paradoks: menjamurnya industri air minum justru berbanding terbalik dengan kemampuan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat secara merata. Sinergi multipihak menjadi kunci untuk mengatasi persoalan ini.
Beberapa solusi yang ditawarkan meliputi:
*Regulasi Konservasi Hutan Berkelanjutan*: Melibatkan berbagai pihak untuk menjaga kawasan tangkapan air di pegunungan Arjuna dan Tengger.
*Regulasi CSR yang Berdayakan Masyarakat*: Mendorong perusahaan untuk berkontribusi pada konservasi hutan secara berkelanjutan, tidak hanya sekadar kegiatan formalitas.
*Pengaturan Penebangan dan Sistem Informasi Pohon*: Menyeimbangkan penebangan dengan penanaman pohon dan memanfaatkan teknologi untuk memantau kondisi hutan.
*Studi Konservasi Berkelanjutan*: Melibatkan peneliti dan perguruan tinggi untuk memantau dan mengevaluasi program konservasi.
*Pengembangan Pendidikan Lingkungan*: Mengintegrasikan pendidikan lingkungan di berbagai lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren yang memiliki potensi besar sebagai penggerak cinta lingkungan.
*Prioritas Kebijakan Distribusi Air*: Memastikan pemerataan suplai air bersih bagi seluruh masyarakat Kabupaten Pasuruan.
Dengan sinergi antara pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, peneliti, dan pelaku industri, diharapkan Kabupaten Pasuruan dapat bertransformasi dari "Mati Dahaga di Tengah Telaga" menjadi "Hidup di Surga Mata Air Anti Dahaga", memastikan keberlanjutan sumber air dan kesejahteraan masyarakatnya. (fim)
Fim : Firnas Muttaqin
Pasuruan, Jum’at, 15 Mei 2025
No comments:
Post a Comment