Saturday, May 31, 2025

Analisis "Solusi Dua Negara"

Analisis "Solusi Dua Negara": 
Memahami Narasi Indonesia dan Realitas Palestina

Oleh FIRNAS, Pasuruan.

Pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mengindikasikan Indonesia akan mengakui Israel sebagai negara, dengan syarat Israel harus mengakui kemerdekaan Palestina terlebih dahulu, kembali memanaskan diskursus mengenai "Solusi Dua Negara" (Two-State Solution). Muhammad Husein Gaza, seorang aktivis dan pemerhati isu Palestina, memberikan pandangannya yang mendalam, membongkar mispersepsi umum dan menjelaskan realitas kompleks di lapangan. (Jum'at, 30 Mei 2025 di channel youtube-nya: 

*Two-State Solution: Gagasan PBB yang Multitafsir*

Husein menjelaskan bahwa gagasan *Two-State Solution* bukanlah hal baru. Ide ini dicetuskan oleh PBB pasca perang Arab-Israel tahun 1967. Intinya adalah pembagian tanah Palestina menjadi dua entitas: satu untuk bangsa Palestina dan satu untuk Israel.

"Memang secara ideal dan secara moral itu enggak bisa diterima. Dan itu yang selama ini kita yakini. Sejak bahkan ketika saya mau ke Gaza pun saya benci sekali yang namanya *Two-State Solution* itu, enggak bisa diterima, *nonsense* gitu loh," ujar Husein. Ia menyamakan hal ini dengan seseorang yang datang ke rumah kita, mengunci kita di satu ruangan, dan menguasai ruangan lainnya—sebuah analogi yang sulit diterima akal sehat.

Namun, pengalaman Husein berinteraksi dengan warga Gaza, politisi, dan ulama setempat mengubah pandangannya. "Ternyata analogi atau kita membandingkan penjajahan di Palestina dengan penjajahan di Indonesia itu pun sudah sangat keliru," tegasnya. Menurut Husein, ini adalah dua jenis penjajahan yang berbeda, dan ia bahkan mengklaim bahwa seluruh warga Palestina, termasuk gerakan perlawanan, setuju dengan *Two-State Solution* ini.

Kesepakatan global ini kemudian melahirkan **Resolusi PBB 242**, yang intinya menuntut Israel menarik semua pasukannya dari wilayah Palestina yang disepakati tahun 1967 (Gaza, Tepi Barat), mengembalikan Golan ke Suriah, dan Sinai ke Mesir. Resolusi ini juga mengharuskan Israel menghentikan kegiatan militer dan pembangunan permukiman ilegal, serta mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

---

**Penjajahan Modern: Proyek Kolonial Salibis Barat Strategis**

Husein menegaskan, perbandingan kondisi di Palestina dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 sangatlah tidak tepat. Era kolonialisme tradisional (abad ke-14 hingga akhir Perang Dunia II), yang dikenal dengan semboyan *Gold, Glory, dan Gospel*, sangat berbeda dengan penjajahan yang terjadi di Palestina saat ini.

"Konsep penjajahan Israel itu seperti yang disebutkan oleh Prof. Dr. Abdul Fattah Al-Waisi, bahwa Israel ini bukan sebuah negara, tapi Israel ini adalah *masyru' istimari salibi gharbi strategis* (proyek kolonial salibis barat strategis)," jelas Husein.

Ia menggambarkan Israel sebagai "puncak gunung es" yang terlihat di permukaan, sementara di bawahnya terdapat gunung es yang jauh lebih besar dan dalam, yaitu **peradaban Barat, negara-negara seperti Amerika, Inggris, Prancis, dan Jerman**. Barat, menurut Husein, mengubah strategi penjajahannya setelah menyadari bahwa cara kuno akan selalu terbentur oleh perlawanan sengit umat Islam.

"Mereka berkumpul tahun 1907 lalu mereka mendatangkan para pemikir-pemikir terbaik mereka, ahli strategi mereka, politisi terbaik mereka, perbankan mereka. Mereka ngumpul, mereka bahas bagaimana cara kita melanjutkan hegemoni dengan cara efisien," katanya. Dari pertemuan itulah lahir proyek bersama yang disebut Israel. Oleh karena itu, harapan akan solusi yang sama seperti kemerdekaan Indonesia – mengusir penjajah sepenuhnya – tidak realistis dalam konteks Palestina yang menghadapi kekuatan global.

---

**Realitas Gaza: Sikap Realistis Gerakan Perlawanan**

Husein mengakui bahwa setiap warga Palestina pasti menginginkan kemerdekaan seutuhnya. Namun, ia juga mengungkapkan perubahan pola pikir yang ia alami setelah tinggal dan belajar di Gaza.

"Mereka juga paham bahwa enggak bisa mereka mengusir orang-orang Yahudi itu keluar. Mau ke mana? Usir ke mana? Kalau Belanda diusir keluar ada Belanda, ada rumahnya, ada negaranya, ada tanah airnya," jelas Husein. Sementara itu, saat ini ada sekitar 10 juta orang Yahudi di Palestina, dan mereka tidak memiliki negara lain untuk dituju.

Husein bahkan mengklaim bahwa **gerakan Hamas, yang dikenal dengan ideologi perlawanan bersenjata, juga setuju dengan *Two-State Solution***. Ia mengutip wawancara terbuka dengan para petinggi Hamas dan literatur dari akademisi Gaza, termasuk pernyataan Syekh Ahmad Yasin. Alasannya adalah realisme. Mereka menyadari tidak bisa terlalu berapi-api mengangkat idealisme dalam kondisi saat ini.

Hal senada juga disampaikan oleh para petinggi Gerakan Fatah. Husein bercerita pengalamannya bertemu dengan Perdana Menteri Palestina saat itu, Dr. Rami Hamdallah, pada tahun 2014. Ketika ditanya apakah *Two-State Solution* adalah tujuan sementara atau tujuan akhir, Hamdallah menegaskan bahwa itu hanyalah **tujuan sementara**. "Kami pun, maksudnya Gerakan Fatah pun, inginnya Palestina itu yang merdeka seutuhnya. Tapi hari ini kami hanya dapat dukungan dari negara-negara dunia untuk merdeka separuh," kata Hamdallah.

---

**Mengawal Narasi Politik Indonesia: Sebuah Taktik Diplomatik?**

Husein menginterpretasikan pernyataan Prabowo sebagai sebuah taktik diplomasi. "Ketika Prabowo mengatakan 'Kami akan menghormati kedaulatan Israel kalau mereka memberikan kemerdekaan untuk Palestina.' Maksudnya apa? Ini mengacu pada memang Indonesia sekali lagi sejak dulu sejak Presiden pertama sampai saat ini mengadopsi *Two-State Solution* sebagai solusi modern," paparnya.

Para elit politik Indonesia memahami bahwa Israel tidak akan pernah setuju dengan *Two-State Solution* karena konsekuensinya sangat berat bagi Israel. Konsekuensi tersebut meliputi:
1.  **Penghentian blokade dan embargo** terhadap Gaza dan Tepi Barat.
2.  **Palestina harus berdiri mandiri** dengan semua elemen kenegaraannya (kementerian, polisi, tentara).
3.  **Israel harus memberikan akses Palestina** untuk membangun pelabuhan dan bandara, serta memiliki kendali penuh atas perbatasan darat, laut, dan udara.
4.  **Penarikan semua tentara militer Israel** dari tanah-tanah Palestina yang mereka jajah, termasuk ribuan permukiman ilegal yang harus dihancurkan, dan warga Israel yang tinggal di sana harus kembali ke wilayah Israel yang disepakati.

"Ide *Two-State Solution* itu enggak pernah menjadi solusi bagi Israel. Mereka itu penginnya *One-State Solution*," kata Husein. Dengan demikian, pernyataan Prabowo seolah-olah mengatakan, "Aku tahu kamu tidak akan mau dan tidak akan siap melakukan itu semua, maka kami pun tidak akan siap untuk mengakui kamu sebagai sebuah negara."

---

**Posisi Umat Islam dan Peran Indonesia**

Husein mengakui bahwa saat ini umat Islam sedang berada dalam posisi "kalah" dan dipaksa mengadopsi sistem Barat, seperti demokrasi dan PBB. Namun, ia menekankan bahwa Indonesia telah melakukan hal yang luar biasa dengan bertahan selama lebih dari 70 tahun tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel tanpa komitmen balasan.

"Indonesia bertahan 7 dekade, 70 tahun lebih, bertahan tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Itu sesuatu yang keren banget sebetulnya," puji Husein. Ia menyebut banyak negara yang telah "tumbang" dan mengakui Israel tanpa timbal balik, yang ia sebut sebagai "normalisasi pengkhianatan."

Oleh karena itu, tugas umat Muslim di Indonesia adalah mengawal narasi politik ini. "Oke Pak, kalau memang ini yang ingin kita gunakan agar kita bisa didengar suara kita... Ayo kita bawa narasi ini agar paling tidak ada perundingan di situ, agar kita masuk ke dalam celah," ajak Husein. Pengawalan ini termasuk memastikan Israel menjalankan konsekuensi penuh dari *Two-State Solution* sesuai Resolusi PBB 242, seperti penarikan pasukan dan kembalinya pengungsi Palestina.

---

**Perjuangan Palestina: Bukan Sekadar Politik, Melainkan Akidah**

Terakhir, Husein mengingatkan bahwa bagi umat Islam, masalah Palestina bukanlah semata masalah politik global. "Sepertinya keberadaan Israel di Palestina itu hanyalah menjadi satu tambahan kebenaran ayat-ayat Al-Quran. Bukti bahwa Maha Benar Allah dengan segala firmannya," tegas Husein.

Surah Al-Isra ayat 7, menurutnya, telah menjelaskan langkah demi langkah kehancuran Bani Israil. Maka, solusi utama tidak hanya datang dari PBB, Amerika, atau negara-negara dunia. "Kita punya keimanan bahwa ujung dari perjuangan ini adalah kehormatan dan kemerdekaan. Ujung dari darah-darah yang bersimbah di Gaza itu adalah pembebasan Baitul Maqdis," serunya.

Husein mengajak umat Islam untuk mempersiapkan diri dengan meningkatkan kualitas iman, ketakwaan, dan keterampilan, karena Allah hanya akan membebaskan Baitul Maqdis di pundak hamba-hamba-Nya yang siap. Ia menyerukan untuk memperbaiki salat, Al-Quran, akhlak, dan iman, serta menanamkan narasi Baitul Maqdis di benak setiap individu.

"Jangan kita habiskan tren ini untuk mencaci maki, kemudian menyerang. Enggak usah. Buang-buang energi itu, enggak efisien, enggak efektif, itu kontraproduktif," pesannya. Husein mengajak memanfaatkan momentum ini sebagai ajang edukasi, bahu-membahu mendukung pemerintah dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina yang tidak bisa ditawar.

---

No comments: