*Kerangka Sejarah Orde Baru Dituding Manipulatif, Sejarawan Menolak*
Oleh FIRNAS, Pasuruan
Kerangka penulisan ulang sejarah Indonesia, khususnya jilid sembilan yang membahas periode Orde Baru (1998-1998), memicu kontroversi dan penolakan dari kalangan sejarawan. Di dalam draf penyusunan ulang Sejarah itu , diduga menghilangkan berbagai peristiwa penting yang mengarah pada reformasi.
Penghilangan Peristiwa Krusial
Dalam draf jilid sembilan, Lena (Hellena Souisa, Jurnalis ABC Australia) menemukan banyak kejanggalan, di antaranya:
• Tidak adanya catatan mengenai tuntutan reformasi dan kerusuhan sosial yang melatarbelakangi jatuhnya Orde Baru.
• Jilid ini disebut berakhir pada tahun 1999, padahal peristiwa penting seperti Kongres Komunis pertama tahun 1998 dan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 – yang menjadi cikal bakal Gerakan Non-Blok – tidak disebutkan.
• Draf juga tidak memuat peristiwa penting seperti Asian Games 1962 di Jakarta dan Ganefo 1963, yang disebut diinisiasi Soekarno.
Manipulasi Sejarah dan Intervensi Kekuasaan
Para sejarawan dan aktivis sejarah menuduh konsep penulisan ulang ini sebagai manipulasi sejarah. Manipulasi ini diartikan sebagai upaya menulis sejarah dengan hanya mengambil hal-hal yang menguntungkan dan menghilangkan, menutupi, atau mengaburkan aspek-aspek negatif.
Kekhawatiran muncul bahwa revisi sejarah ini tidak didasarkan pada kebenaran dan kejujuran ilmiah, melainkan karena "pesanan" atau menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan.
Sejarah Orde Baru: Sebuah Tinjauan Awal
Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berlangsung selama 32 tahun (1966-1998). Periode ini ditandai dengan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang pesat, namun juga dikritik karena praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pelanggaran hak asasi manusia. Reformasi 1998 mengakhiri era Orde Baru dan membuka babak baru demokrasi di Indonesia. (*)
No comments:
Post a Comment