Jum'at, 16 Mei 2025
Krisis Air di Negeri Seribu Mata Air: Ketika Dahaga Mengalahkan Logika
Oleh: Firnas Muttaqin dan Gareng Petruk – Duo Dalang Satir Spesialis Sindiran Segar
Gareng:
“Truk, Pasuruan itu katanya kaya mata air, tapi kenapa rakyatnya masih ada yang ngantri air pakai jeriken? Ini gimana sih, Truk?”
Petruk:
“Lho, Ren, itu bukan krisis air, itu krisis keadilan air. Airnya sih ada, tapi kayak mantan yang udah move on—nggak bisa dimiliki rakyat jelata!”
Pasuruan, tanah yang katanya subur makmur loh jinawi, bahkan punya Umbulan yang nyembur airnya kayak keran kos yang dibuka pas akhir bulan. Debitnya bisa 5.000 liter per detik, bayangin tuh! Tapi yang dapet manfaat utamanya? Bukan semua warga, tapi malah industri dan kota-kota lain.
Kita ini ibarat tinggal di sawah tapi makan nasi bungkus dari kota!
Warga Karangjati sampai harus rebutan air bersih, padahal jaraknya cuma selemparan batu dari mata air Umbulan. Ibarat tinggal di sebelah toko roti tapi tiap pagi sarapan biskuit kedaluwarsa.
Petruk:
“Ren, ini mirip kayak orang kelaparan di tengah pesta pernikahan—ngeliatin nasi padang dari jauh tapi nggak dikasih masuk tenda.”
—
Kita Tanya Logika:
Air segar mengalir ribuan liter tiap detik, tapi PDAM cuma kebagian 165 liter? Yang lainnya? “Ditake over” ke PDAB dan para juragan AMDK. Aqua, Club, Cheers, Cleo… Semua botol elegan itu isinya dari tanah Pasuruan. Rakyatnya? Harus nunggu mobil tangki datang kayak nunggu undangan kondangan.
Ironi? Iya.
Logis? Nggak.
Lucu? Yah… kalau nasib bisa diketawain, sih.
—
Gareng:
“Truk, apa jangan-jangan kita ini bukan krisis air, tapi krisis niat?”
Petruk:
“Betul Ren, niatnya nyari cuan, bukan nyari solusi.”
—
Kritik Satir Sambil Ngudud di Bawah Pohon:
1. Industri Air Mewah, Rakyat Mandi Cemas
Ketika perusahaan bisa narik air dari dalam bumi sedalam hati mantan, rakyat cuma bisa mandangin keran kosong.
2. CSR Cuma Cerita Seremonial?
Sudah waktunya CSR perusahaan bukan cuma tanam 10 bibit, selfie, terus pulang. Masyarakat harus jadi subjek, bukan sekadar objek foto.
3. Regulasi? Jangan Cuma di Meja Rapat!
Konservasi hutan harus real, jangan kayak janji kampanye yang baru inget pas musim pemilu.
4. Pendidikan Lingkungan itu Investasi, Bukan Pengeluaran!
Ayo libatkan santri, siswa, sampai emak-emak PKK buat jadi pejuang air. Masa kalah sama galon isi ulang?
Petruk:
“Ren, kalau kita terus diam, nanti air tinggal sejarah. Anak cucu kita cuma bisa mandi pakai tisu basah sambil nyanyi ‘Umbulan oh Umbulan, kau tinggal legenda~’”
—
Solusi?
Bukan cuma dari pemerintah. Tapi berjamaah. Dari rakyat yang sadar pentingnya hemat air, sampai perusahaan yang harus sadar: air bukan cuma komoditas, tapi kehidupan!
Bayangkan kalau Pasuruan bisa balik jadi surga air beneran. Yang minum segar bukan cuma pabrik, tapi juga warga. Yang dapet untung bukan cuma pemilik saham, tapi juga tukang cuci, petani, dan anak sekolah.
—
Gareng:
“Yok, Truk. Kita ajak sedulur Pasuruan, dari petani sampai pejabat, buat jaga mata air bareng-bareng. Biar nggak jadi ‘mata-mata’ buat kepentingan korporat aja!”
Petruk:
“Siap, Ren! Kita kembalikan Pasuruan jadi surga air, bukan mimpi buruk di siang bolong!”
—
Hidup Pasuruan! Air untuk Rakyat, bukan hanya untuk Label Merek!
(Gareng & Petruk, 2025 – dari bawah pohon randu, sambil ngopi, ngelawak, tapi mikir dalam.)
No comments:
Post a Comment