Sunday, August 03, 2025

Kematian dari Perspektif Medis dan Syariah


Inti definisi kematian dari perspektif medis adalah mati batang otak. Yaitu kondisi medis saat seluruh fungsi batang otak berhenti total dan permanen, sehingga otak kehilangan semua kemampuannya, termasuk mengatur napas, denyut jantung, dan kesadaran. Pasien tidak bisa sadar atau bernapas tanpa alat bantu, dan kondisi ini berbeda dengan koma—mati batang otak dianggap sebagai kematian secara medis. Jika alat bantu dilepas, jantung dan fungsi tubuh langsung berhenti. Demikian dijelaskan oleh Dokter M Farchan Jauhari di pengajian ahad pagi (3/8/2025) Masjid Darul Arqom Kota Pasuruan. 

Dokter Farchan menjelaskan bahwa mati batang otak (brainstem death) menjadi tolok ukur kematian dalam dunia medis, karena bagian otak inilah yang mengatur pusat pernapasan dan saraf vital lainnya.

Namun, ia juga menyoroti bahwa definisi medis ini kerap menuai kontroversi, terutama bila berkaitan dengan penghentian alat bantu hidup. "Ketika batang otak tak lagi berfungsi, tubuh tidak mampu bernapas secara spontan, dan itu secara medis disebut mati. Tapi, apakah itu sudah berarti kematian secara hakiki?" tanyanya.

Ia pun mengulas fenomena *kematian sel (apoptosis dan nekrosis)*, serta bagaimana pola hidup sehat seperti *puasa, tidur cukup, olahraga, dan mengelola stres* bisa memperlambat kematian sel dan menjaga kualitas hidup.
Kematian Menurut Syariah: Dicabutnya Ruh oleh Malaikat

Beranjak dari medis, dr. Farchan mengajak jamaah memahami definisi kematian menurut syariat Islam, yakni tercabutnya ruh dari jasad. Ia mengutip QS. Az-Zumar ayat 42, yang menyatakan bahwa Allah-lah yang memegang jiwa ketika seseorang wafat dan saat tidur. 

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَ نْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَا لَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَا مِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَ يُرْسِلُ الْاُ خْرٰۤى اِلٰۤى اَجَلٍ مُّسَمًّى ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰیٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

> "Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 42)

Ia juga menyebut hadits riwayat Muslim yang menegaskan bahwa ruh lebih dahulu dicabut sebelum mata menutup, bukan sebaliknya.

Dengan tegas ia mengatakan, "Yang benar-benar tahu kapan seseorang meninggal adalah Allah, karena pencabutan ruh adalah perkara gaib. Dokter hanya bisa mengamati tanda-tanda fisiknya seperti berhentinya jantung dan napas."

> Ia juga menyampaikan bahwa penyebab kematian sejatinya bukan penyakit, kecelakaan, atau serangan jantung, melainkan datangnya ajal yang ditentukan oleh Allah. Hal ini ditegaskan dalam QS. Ali Imran: 185 

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِ نَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّا رِ وَاُ دْخِلَ الْجَـنَّةَ فَقَدْ فَا زَ  ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا مَتَا عُ الْغُرُوْرِ

> "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 185)

dan QS. An-Nisa: 78, bahwa kematian akan datang meskipun manusia berada dalam benteng yang kuat.

اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِ نْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِ نْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَا لِ هٰۤؤُلَآ ءِ الْقَوْمِ لَا يَكَا دُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

> "Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini dari sisi Allah," dan jika mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan, "Ini dari engkau (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 78)

Pengingat untuk Para Tenaga Kesehatan

Di akhir kajian, dr. Farchan  berbagi pengalaman pribadi saat pertama kali menghadapi kematian pasien. "Dua malam saya tidak bisa tidur, terus bertanya: apa yang salah? Namun saya sadar, kematian adalah ketetapan Allah."

Ia juga mengingatkan bahwa tenaga kesehatan adalah pihak yang paling sering bersentuhan dengan kematian, sehingga seharusnya menjadi yang paling sering pula merenungi hakikatnya. "Jangan sampai karena terbiasa melihat kematian, hati kita jadi mati," pesannya dengan penuh haru.
Pesan Penutup

Mengutip Imam As-Suyuthi dalam kitab Nuzhatul Khawatir, dr. Farchan menutup kajian dengan kalimat yang menggugah: “Cukuplah kematian sebagai nasihat dan waktu sebagai pemisah.”

Ia juga menukil sabda Rasulullah SAW:
*"Jika kamu shalat, shalatlah seakan-akan itu adalah shalat terakhirmu."*
Pesan tersebut menjadi pengingat agar setiap hamba hidup dalam kesadaran akan kematian dan tidak menunda amal kebaikan. (*)

Penulis: Firnas Muttaqin 
Ahad, 3 Agustus 2025

https://jatimlines.id/kematian-dalam-islam-dan-medis/
---

No comments: