Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2025, yang selama ini dianggap sebagai arena paling prestisius bagi pelajar cerdas Indonesia, kini dilanda gelombang kekecewaan dan kritik. Lewat akun X (dulu Twitter), seorang netizen dan tokoh teknologi Indonesia, Ainun Najib (@ainunnajib), menyuarakan keresahan publik mengenai dugaan kecurangan dalam seleksi OSK (tingkat kabupaten/kota).
---
AI dan Kompetisi: Inovasi atau Manipulasi?
Isu ini mengemuka setelah muncul dugaan bahwa sejumlah peserta menggunakan bantuan AI (Artificial Intelligence) dalam mengerjakan soal, terutama pada tahap seleksi berbasis daring. Sementara itu, peserta-peserta jujur, yang mengandalkan kemampuan sendiri, justru tereliminasi.
Ainun tidak menuntut hukuman atau penyelidikan terhadap pihak yang diduga curang. Ia justru menawarkan solusi humanis:
> “Tidak perlu menyelidik dan menghukum yang curang, biarkan kalah dengan sendirinya ketika berhadapan kembali dengan yang dicurangi,” tulisnya.
> “Tapi faktanya, anak-anak pintar itu tidak lolos karena digeser oleh yang curang.”
Solusinya: dobelkan kuota peserta untuk tahap OSP (Provinsi), agar yang tereliminasi bisa bertanding ulang dengan adil.
---
Kawalosn.com dan Desakan Transparansi
Dalam unggahan tersebut, Ainun menyertakan tiga situs berbasis pelaporan:
* [dugaan.kawalosn.com](https://dugaan.kawalosn.com) → Untuk pelaporan dugaan kecurangan
* [korban.kawalosn.com](https://korban.kawalosn.com) → Untuk mendata mereka yang merasa dirugikan
* [kawalosn.com](https://kawalosn.com) → Portal pusat aspirasi dan perbaikan
Upaya ini menunjukkan semangat koreksi dari warga sipil berbasis data, mengusung transparansi dan akuntabilitas dalam seleksi pendidikan nasional.
---
Antara Rubik dan Bajak Laut
Menariknya, dua gambar yang viral dan digunakan dalam kritik ini memperlihatkan kontras nilai:
1. Logo OSN (Rubik) — Simbol intelektualitas, struktur, dan pemecahan masalah.
2. Logo Bajak Laut One Piece (Topi Jerami Luffy) — Ikon dari dunia fiksi, tetapi juga mencerminkan perlawanan terhadap sistem yang bobrok, kecerdikan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Netizen melihat ironi: anak-anak jujur dan cerdas tersingkir, sementara sistem tidak memberi kesempatan bertanding ulang secara fair.
---
Refleksi Sistem Pendidikan: Adil atau Abai?
Kisah ini mengangkat pertanyaan lebih besar:
Apakah sistem seleksi pendidikan kita siap menghadapi tantangan teknologi modern seperti AI?
Ketika AI bisa digunakan untuk menyontek, namun sistem tidak punya mitigasi jelas, maka:
* Anak-anak jujur jadi korban.
* Anak-anak curang lolos, tapi kualitas OSN dipertaruhkan.
* Kepercayaan publik terhadap seleksi OSN bisa tergerus.
Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan *denial*. Butuh keterbukaan dari lembaga seperti Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), untuk melakukan evaluasi serius, terutama menyambut OSP dan OSN Nasional yang lebih adil.
---
Menjelang 80 Tahun Indonesia Merdeka: Siapa yang Kita Bela?
Tahun ini bangsa Indonesia memperingati 80 tahun kemerdekaan, namun justru makin terlihat bahwa kemerdekaan dalam pendidikan belum sepenuhnya merata. Anak-anak cerdas dari daerah, dari keluarga sederhana, yang belajar dengan jujur dan tekun, bisa tumbang hanya karena sistem yang belum siap menghadapi era AI.
Seperti simbol bajak laut dalam dunia fiksi One Piece—para pejuang muda itu mungkin bukan bajingan, tapi pemberontak yang menuntut keadilan. Dan seperti rubik yang rumit, masalah ini tak bisa diselesaikan dengan satu sisi saja.
---
Penutup: Mendengarkan Anak-Anak Jujur
Olimpiade bukan sekadar ajang juara, tapi cermin nilai bangsa.
Jika kita tidak mendengarkan suara anak-anak yang belajar dengan jujur, maka bangsa ini telah gagal sebelum perlombaan dimulai.
Kini bola ada di tangan Puspresnas:
* Akankah mereka membuka ruang keadilan dengan menambah kuota OSP?
* Atau justru membiarkan generasi jujur belajar sejak dini bahwa dunia ini tak adil?
---
> “Karena kalau OSN saja tak adil, bagaimana kita berharap masa depan bangsa akan lebih baik?”
Penulis: Fim
Rabu, 6/8/2025
https://jatimlines.id/osn-2025-kecurangan-ai-bajak-laut/
___
No comments:
Post a Comment