Thursday, August 07, 2025

Menata Diri Lewat Akal dan Hati: Esensi Kepemimpinan Spiritual dalam Diri


Dalam pengajian yang sarat makna ini, Ustadz Anang Abdul Malik mengajak jamaah untuk kembali menengok dan menata kehidupan spiritual dari dalam: diri sendiri. Mengawali dengan seruan Al-Qur'an, 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَا كُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْ ۚ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ وَاَ نَّهٗۤ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan."
(QS. Al-Anfal 8: Ayat 24)

Dari ayat Al Quran tersebut, beliau menekankan pentingnya respons positif terhadap ajaran ilahi sebagai dasar tumbuhnya takwa dalam diri.

Salah satu inti pesan beliau di pengajian yang diadakan di Masjid At Taqwa (Kamis, 7/8/2025) Pasuruan ini adalah kesadaran bahwa setiap manusia adalah pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri. Jika seseorang tidak mampu memimpin dirinya, bagaimana mungkin ia dapat memimpin keluarganya, lingkungannya, atau komunitasnya? Kepemimpinan bukan hanya soal posisi atau otoritas, tetapi soal tanggung jawab terhadap organ-organ dan potensi yang telah Allah titipkan dalam tubuh manusia.

 "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya" (كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ) 

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim. 

Hadits ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab kepemimpinan, baik dalam skala kecil maupun besar. 

Dengan hadits tersebut beliau mengibaratkan perbedaan antara organ yang bekerja otomatis seperti jantung, dan organ yang fungsinya bergantung pada kesadaran manusia, seperti akal dan hati. Kedua komponen ini disebut sebagai bagian dari "qalbun"—yang tidak hanya bermakna jantung, tetapi juga pusat dari pikiran, perasaan, dan keputusan moral manusia. Disitulah manusia mesti menyadari bahwa dirinya diberi anugerah Allah untuk memimpin dirinya sendiri.

Sayangnya, di era modern, banyak manusia yang hanya menggunakan akal, tetapi mengabaikan hati. Dampaknya adalah krisis etika, hilangnya sopan santun, dan pudarnya nilai-nilai unggah-ungguh, khususnya pada generasi muda. Sebaliknya, pendekatan yang hanya mengandalkan hati tanpa pemahaman rasional juga dinilai tidak cukup, seperti yang terjadi pada generasi sebelumnya yang religius namun lemah dalam kemandirian profesional.

Ustadz Anang juga menyinggung fungsi penting prefrontal cortex, bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan moral, pengendalian emosi, dan kemampuan membedakan baik dan buruk. Bila bagian ini rusak, baik karena benturan fisik maupun kerusakan akibat paparan konten negatif seperti pornografi, maka manusia bisa kehilangan sisi kemanusiaannya dan jatuh ke dalam perilaku binatang bahkan lebih buruk darinya, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur'an.

-------------
> Prefrontal cortex itu bagian depan otak yang mengatur fungsi eksekutif seperti perencanaan, pengambilan keputusan, kontrol emosi, dan memori kerja. Area ini juga penting buat mengatur perilaku sosial, mengendalikan impuls, dan menyesuaikan diri dengan situasi. Kalau rusak, bisa mengganggu kemampuan berpikir, emosi, dan pengendalian diri. 

> Mengendalikan impuls artinya kemampuan menahan dorongan tiba-tiba supaya nggak bertindak gegabah tanpa pikir panjang. 

------------
Pengetahuan tentang struktur penciptaan manusia, seperti sidik jari, retina, hingga DNA yang unik, ditegaskan sebagai bukti kekuasaan Allah dan alat pembuktian kebenaran di era modern. Namun semua itu menjadi sia-sia jika manusia tidak mampu membedakan keindahan dunia yang sesaat dengan keindahan surgawi yang kekal.

Esensi pengajian ini mengarah pada satu hal: pentingnya menyelaraskan akal dan hati, serta menjadikan keduanya sebagai sarana untuk menjalani hidup yang lebih etis, terarah, dan bermartabat. Dengan cara itu, manusia dapat merawat dirinya, mengelola potensi ilahiah yang ada dalam tubuh dan jiwanya, serta menjauhi jalan yang menjadikannya lebih rendah dari binatang. (*)

Penulis: Firnas Muttaqin 
Kamis, 7 Agustus 2025


---

No comments: