Saturday, August 09, 2025

PENDUKUNG JOKOWI MEMBABI BUTA MELAWAN PRABOWO


Sri Radjasa Chandra, seorang purnawirawan Kolonel dari Badan Intelijen Negara (BIN), dalam Dialog Podcast Madilog (Kamis, 7/8/2025) mengungkapkan keprihatinan perkembangan potensi disintegrasi bangsa dan gejolak politik rumit.

---

1. Fenomena "Gerakan Riau Merdeka" dan Dugaan Keterlibatan "Geng Solo"

Sri Radjasa Chandra mengungkapkan adanya informasi terpercaya mengenai rapat gelap yang diadakan oleh sekelompok pendukung mantan Presiden Jokowi di Riau. Rapat tersebut diduga membahas wacana untuk mendeklarasikan Gerakan Riau Merdeka.

* Latar Belakang: Gerakan ini disebut-sebut sebagai bentuk kekecewaan politik pasca-pemilu. Isu ini membangkitkan kembali gagasan serupa yang pernah dilontarkan oleh tokoh Riau, Tabrani Rab, di masa lalu.

* Dugaan Aktor: Radjasa Chandra mengindikasikan bahwa gerakan ini ditunggangi oleh pihak-pihak yang kecewa di lingkar kekuasaan (disebut "Geng Solo" atau "Fufu Fafa") yang merasa kehilangan pengaruh. Tujuannya adalah untuk mengganggu kewibawaan Presiden Prabowo dan menciptakan ketidakstabilan.

* Strategi: Menurut Radjasa, keputusan rapat tersebut adalah mendeklarasikan kemerdekaan Riau. Hal ini dinilai sebagai tindakan yang sangat berani dan berpotensi memicu persoalan yang lebih besar jika tidak ditangani dengan bijak.

* Potensi Daerah Lain: Selain Riau, Radjasa juga menyebutkan beberapa daerah lain yang memiliki potensi serupa untuk isu disintegrasi, seperti Aceh, Bali, Papua, dan Minahasa.

---

2. Simbol Bajak Laut "One Piece" sebagai Aksi Makar?
Dialog juga menyinggung fenomena viralnya simbol bajak laut dari anime "One Piece" yang digunakan oleh masyarakat.

* Sudut Pandang Pemerintah: Pemerintah, menurut Radjasa Candra, melihat simbol ini sebagai potensi "makar kecil-kecilan" karena masifnya penyebaran di media sosial. Hal ini dianggap bukan sekadar ekspresi ketidakpuasan, melainkan sebuah gerakan yang dimobilisasi oleh dana besar dan jaringan yang kuat
.
* Dugaan Penunggang: Sri Rajdasa Chandra menduga bahwa penggunaan simbol ini tidak hanya sekadar tren, melainkan ditunggangi oleh kekuatan politik tertentu yang ingin menciptakan gejolak. Simbol ini dipilih karena pelaku diyakini memahami psikologi politik Presiden Prabowo yang sangat nasionalis dan sensitif terhadap isu-isu perlawanan atau disintegrasi.

* Kecemasan Prabowo: Dikatakan bahwa Presiden Prabowo sangat khawatir jika simbol ini dikaitkan dengan narasi perpecahan, karena ia tidak ingin isu tersebut merusak citranya di mata internasional.

---
3. Kualitas Intelijen dan Perubahan di Tubuh Polri.
Dialog ini juga menyoroti kondisi intelijen di Indonesia.

* Tantangan Intelijen: Radjasa Chandra mengakui bahwa terkadang ada kesan intelijen selalu "tertinggal" atau "kecolongan". Hal ini dikaitkan dengan persoalan sumber daya manusia yang tidak berkesinambungan dan minimnya kontinuitas dalam memahami berbagai isu, dari masa lalu hingga masa kini.

* Peran Budi Gunawan (BG): Sri Radjasa Chandra menilai bahwa mantan Kepala BIN, Budi Gunawan, yang berasal dari kepolisian, memiliki gaya kepemimpinan yang lebih berfokus pada laporan kejadian, bukan pada operasi penggalangan yang bersifat preventif.

* Kapan Pergantian Kapolri?: Radjasa Chandra menyebutkan bahwa ada wacana kuat tentang pergantian Kapolri pada awal September. Langkah ini dianggap sebagai upaya Presiden Prabowo untuk menuntaskan persoalan politik yang masih mengganjal dan menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum, yang tidak bisa lagi digayuti oleh persoalan masa lalu.

---

4. Rekonsiliasi, Sikap Prabowo, dan Masa Depan Politik
Radjasa Chandra memaparkan bahwa Presiden Prabowo kini sedang dihadapkan pada situasi politik yang rumit.

* Sikap Pragmatis: Sri Radjasa Chandra melihat adanya perubahan sikap dalam diri Presiden Prabowo, yang kini cenderung lebih tenang dan bijak dalam mengambil keputusan politik. Ini terlihat dari keputusan pemberian abolisi dan amnesti yang dianggap sebagai "pukulan yang disengaja" kepada pihak-pihak yang merasa terancam.

* Rekonsiliasi vs. Hukuman: Meskipun ada pihak yang menginginkan rekonsiliasi, Radjasa Candra berpendapat bahwa beberapa masalah seperti kasus ijazah palsu harus diselesaikan dengan pasti agar tidak menjadi konflik berkepanjangan dan mengorbankan orang-orang yang menyuarakan kebenaran.

* Kekhawatiran Otoritarianisme: Dengan mengamati gaya Prabowo yang sekarang, Radjasa Chandra berpesan agar publik tetap menjalankan fungsi kontrol dengan kuat, karena ada potensi "otoritarianisme personality" di dalam diri Prabowo yang harus selalu diredam. (*)

https://youtu.be/Een_f_slWAs?si=-kvGu6fV-EEXI0pV


,___

No comments: