Tuesday, July 08, 2025
Melangkah ke Masjid: Gerbang Ampunan, Derajat, dan Perlindungan Ilahi
Monday, July 07, 2025
Rahasia Adzan: Panggilan Cinta dan Keberuntungan dari Allah yang Sering Terabaikan
Sunday, July 06, 2025
Ahad Pagi di Alun-Alun Kota Pasuruan: Harmoni dalam Denyut Kota
Membentuk Generasi Ceria: Trajeng Edukatif Menyapa Anak-Anak di Alun-Alun Kota Pasuruan
DPRD Jatim Dorong Budidaya Ikan dan Hidroponik sebagai Kekuatan Ekonomi Kerakyatan Baru
Saturday, July 05, 2025
Jam Malam Anak di Surabaya: Solusi atau Sekadar “Ngempet” Nakal? Gareng & Petruk Bongkar Kenakalan Remaja dan Kasih Sayang yang Menipis!
Wali Kota Eri Cahyadi (melalui perwakilannya, Bu Ida dari DP3APPKB) nyatakan kalau ini bukan pembatasan, tapi perlindungan. Empat hak dasar anak dikibarkan tinggi-tinggi: hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi. Tapi yang lebih penting, hak untuk gak ikut tawuran, pesta miras, geng motor, atau… ngelem lem castol!
Ngelem, Ngegame, Nggak Pulang – Revisi Definisi Kenakalan
Zaman Petruk dan Gareng muda dulu, kenakalan paling banter nglewati pagar sekolah. Sekarang? Tinggal buka HP, dosa bisa dicicil dari kamar sendiri.
Kepala Satpol PP, Achmad Zaini, juga bilang: “Saya gak sepakat kalau dibilang zaman sekarang lebih baik.” Emang. Soalnya anak-anak sekarang bisa nakal tanpa keluar rumah. Cukup scroll TikTok, nge-game sampai Subuh, atau ‘PDKT digital’ yang nggak kelihatan guru BK.
Zaini juga nyentil soal anak-anak yang tidur di luar rumah. Bukan nginep study tour, tapi ya karena rumah bukan lagi tempat ternyaman. Di luar, mereka disambut geng, bukan keluarga.
Asuhan Rembulan: Satpol PP Mode Bapak Asuh
Bersama tim dari DP3APPKB, Satpol PP jadi orang tua malam hari, menyisir jalanan cari anak-anak nyasar waktu jam malam. Ditemukan? Ya, nggak langsung digeret, tapi dihubungi orang tuanya. Kalau ketahuan bohong? Ya ditarik pulang, lengkap dengan koordinasi ke RT/RW.
“Sopo ngerti, anakmu dolan ne bilangnya ‘belajar kelompok’, taunya ngelem rame-rame di lapangan.” – Petruk (geleng-geleng dengan empati)
Rumah Perubahan: Bukan Penjara, Tapi Tempat Merenung
Kalau ada anak yang terjerat kasus “berat” seperti ngelem dan miras, mereka dibawa ke Rumah Perubahan, bukan “rumah jeruji”. Di sana, mereka dapat pendampingan psikologis dan
spiritual, selama 7 hari penuh penuh cinta. Tujuannya bukan menghukum, tapi menyadarkan. Setelah itu, mereka dipertemukan lagi dengan orang tua yang – semoga – sudah sadar juga.
Ibu Ida bilang: “Sebagian besar anak-anak itu spiritualnya hilang.”
Petruk nyeletuk: “Spiritual ilang, sinyal full. Data ada, tapi perhatian kosong.”
Warga Setuju, Tapi Masih Banyak PR
Survei kecil-kecilan dari Forum Anak Surabaya dan polling di Radio SSFM menunjukkan 98% warga setuju dengan jam malam ini. Tapi kayak kata Pak Sugianto dari Dupak Masjid: “Percuma jam malam, kalau anak-anak nge-game sampai Subuh di teras rumah tetangga.”
“Jam malam tanpa kasih sayang keluarga, itu kayak polisi tidur di tengah jalan tol—ada tapi nggak efektif.” – Gareng (sambil ngelap air mata)
Gareng Ngomong:
“Bagus iki program jam malam, tapi ojok mandeg ning razia doang. Anak nakal itu bukan produk satu malam. Mereka ‘jadi’ karena rumah gak lagi rumah. Karena kasih sayang terganti gadget, perhatian diganti WiFi unlimited. Mbok ya orang tua juga belajar parenting, bukan cuma update status ‘anak sholeh’.”
Petruk Nambahi:
“Ayo Surabaya, ojok mung bangun taman, bangun juga hati dan pikiran para orang tua. Masa anak disuruh pulang jam 10 malam, lha bapaknya wae isih nongkrong di warkop karo HP. Iki butuh gotong royong, bukan cuma patroli!”
Catatan akhir dari redaksi GarengPetruk: Jam malam bukan sekadar larangan, tapi pangkuan kedua dari negara ketika pangkuan pertama (keluarga) mulai hilang arah. Mari kita jaga bareng generasi penerus, jangan sampai mereka tumbuh di lorong gelap yang kita biarkan tetap gelap.
#SurabayaPeduliAnak
#JamMalamBukanHukuman
#OrangTuaJugaHarusMelek
Karena masa depan bangsa itu bukan hanya tentang ekonomi dan infrastruktur, tapi juga tentang siapa yang kelak memegang kendali di tangan yang bersih dan pikiran yang waras. (*)
https://garengpetruk.com/jam-malam-anak-di-surabaya-solusi-atau-sekadar-ngempet-nakal-gareng-petruk-bongkar-kenakalan-remaja-dan-kasih-sayang-yang-menipis/?fbclid=IwY2xjawLVyZxleHRuA2FlbQIxMQABHsk5QmMCoJ5eWAQWR_zl8VBxn2rXLAoXTydPt8CI9dnCOwq4oEn7cWvp4gCg_aem_y3AP-QW3kAYjBBWE6RKy6A
_____
Friday, July 04, 2025
Jam Malam Anak di Surabaya: Strategi Komprehensif Melindungi Generasi Muda
Harmoni Lintas Agama di Malang Selatan: Kurban Idul Adha Satukan Umat Islam, Kristen, dan Katolik
Misteri 37 Dokumen "Rusia" Hasto Kristiyanto Terkuak: Kekhawatiran Pembubaran PDIP dan Isu Kapolri Jadi Sorotan
Manajemen Waktu dan Konsistensi Ibadah: Kunci Meraih Keberkahan Usia
Dr. Zakir Naik di Jakarta: Meluruskan Persepsi Islam, Menjawab Tantangan Modern, dan Soroti Konflik Global
Majalah Tempo Kembali Soroti Dugaan Keterlibatan Menteri Budi Arie dalam Kasus Online Gaming Karyawan Kominfo
Jakarta – Kasus dugaan praktik online gaming yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menjadi sorotan utama Majalah Tempo.1 Kali ini, laporan investigasi terbaru menyeret nama Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Ini adalah kali kedua Majalah Tempo menurunkan laporan utama mengenai dugaan keterlibatan Budi Arie dalam kasus online gaming, setelah laporan pertama pada November tahun lalu.
Laporan terbaru ini mengklaim memiliki sejumlah bukti, termasuk rekaman komunikasi antara Budi Arie dengan salah satu terdakwa, yang diduga akan memperlihatkan perannya dalam kasus online gaming yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Budi Arie juga disebut telah "bergerilya" menghubungi berbagai pihak, mulai dari politikus, tokoh aparat keamanan, hingga media, menyiratkan kegelisahan atas potensi jeratan hukum.
Kesaksian Terdakwa dan Peran Tony Tomang
Dalam persidangan, nama Budi Arie Setiadi disebut berulang kali oleh para terdakwa. Salah satu kunci utama dalam kasus ini adalah Zulkarnain Apriliantoni alias Tony Tomang (atau Tony Kujanso), seorang swasta yang dikenal dekat dengan Budi Arie. Tony, yang kini menjadi terdakwa, disebut memiliki peran sentral.
Tony memperkenalkan seorang pengusaha properti bernama Cencen Kurniawan kepada Budi Arie sekitar akhir Oktober 2023. Perkenalan ini difasilitasi oleh Budi Setiadi, mantan Direktur Jenderal Perhubungan Darat di Kemenhub, yang awalnya mengira Cencen ingin berinvestasi dalam "game online."
Pertemuan awal antara Cencen, Tony, dan Budi Arie di sebuah kafe di Sarinah, Jakarta, disebut masih dalam konteks game online biasa. Namun, pertemuan krusial terjadi beberapa bulan kemudian di rumah dinas Budi Arie di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Saat itu, Budi Arie baru tiga bulan menjabat sebagai Menteri Kominfo.
Permintaan "Uang Kopi" dan "Pengaturan" Situs Judi
Dalam pertemuan di rumah dinas tersebut, Cencen dan Tony secara blak-blakan membahas tentang "pengaturan judi online". Percakapan ini terekam dalam pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya terhadap Tony. Cencen diduga meminta izin kepada Budi Arie untuk "mengatur" online gaming.
"Pengaturan" ini, menurut keterangan yang diperoleh Majalah Tempo dari sumber pemeriksaan, ternyata memiliki makna ganda: memblokir situs online gaming skala kecil, namun melindungi dan mengamankan situs-situs besar. Kesaksian Tony menyebutkan bahwa permintaan untuk memblokir situs-situs kecil datang langsung dari Budi Arie, dengan alasan agar masyarakat kecil tidak semakin terjerat.
Lebih lanjut, Cencen Kurniawan juga disebut menyerahkan sebuah flash disk berisi puluhan ribu situs online gaming kecil kepada Budi Arie untuk diblokir. Setelah situs-situs tersebut berhasil diblokir, Budi Arie diduga meminta "uang kopi" sebesar 50.000 Dolar Singapura (sekitar Rp500 juta), yang disebut-sebut sebagai "uang untuk proyek Projo" (organisasi relawan pendukung mantan Presiden Joko Widodo dan kemudian Prabowo Subianto, di mana Budi Arie adalah Ketua Umumnya). Penyerahan uang tersebut, dibungkus dalam kemasan kopi Arabika, disebut disaksikan oleh Cencen dan Tony di rumah dinas Budi Arie.
Jaringan dan Kluster Kasus Judi Online
Kasus ini semakin melebar dengan munculnya nama-nama lain seperti Kohling alias Halim, yang disebut sebagai sumber data situs online gaming kecil dan penyedia dana "uang kopi" tersebut.
Majalah Tempo mengidentifikasi lima kluster dalam kasus online gaming ini:
Kluster Koordinator: Melibatkan Tony Tomang, Alwin Kiemas, Adi Kismanto, dan Agus Muhrijan.
Kluster Pegawai Kominfo: Berjumlah sembilan orang.
Kluster Agen/Marketing: Penghubung antara pemilik situs dan pegawai Kominfo.
Kluster Penyetor Uang: Dari pemilik situs.
Kluster Penampung Uang: Pengepul dana.
Salah satu nama sentral lain adalah Adi Kismanto alias Valen, yang direkrut sebagai tenaga ahli di Kominfo meskipun hanya lulusan SMK, padahal kualifikasi yang dibutuhkan adalah sarjana. Adi Kismanto dikenalkan oleh Tony Tomang kepada Budi Arie karena keahliannya dalam bidang IT dan pemblokiran konten negatif. Namun, sumber Tempo meragukan kualitas aplikasi yang dipresentasikan Adi, menyebutnya "biasa-biasa saja." Adi juga disebut memperkenalkan Alwin Kiemas dan Agus Muhrijan, yang kemudian terhubung dengan Jonathan, seorang yang terang-terangan menjaga situs online gaming.
Status Hukum Budi Arie dan Kritik Terhadap Penegakan Hukum
Hingga saat ini, status hukum Budi Arie Setiadi masih sebagai saksi. Ia disebut telah diperiksa dalam penyelidikan kasus tindak pidana korupsi yang kini ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya dan Korsp Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor). Namun, ia menolak memberikan wawancara kepada Majalah Tempo, hanya berkomentar di media bahwa "Tuhan tidak tidur" dan tuduhan ini adalah "fitnah yang merusak harkat dan martabatnya."
Majalah Tempo menyoroti bahwa DPO (Daftar Pencarian Orang) dalam kasus ini berjumlah empat orang, termasuk Jonathan dan inisial J (suami dari tersangka Ana). Namun, para pengelola situs online gaming skala besar dan "konglomerat" di baliknya belum tersentuh. Polisi justru disebut mengembangkan kasus dengan menjerat para terdakwa Kominfo dengan pasal korupsi, sementara pihak pemberi suap belum jelas.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai penegakan hukum terhadap kasus online gaming yang terus meresahkan masyarakat. Perputaran uang judi daring kabarnya semakin meningkat, menunjukkan bahwa praktik ini tidak mengenal batas dan kasta, menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Majalah Tempo berjanji akan terus mengupas tuntas kasus ini di edisi-edisi mendatang, sambil menunggu langkah konkret dari pihak kepolisian.
Sumber: