Sunday, January 13, 2013

Jejak Langkah Fazlur Rahman

REPUBLIKA.CO.ID, Pandangan-pandangannya tentang Alquran, hadis, dan hukum-hukum tentang berbagai masalah kerap menimbulkan kontroversi.

Dunia Islam tak bisa melewatkan tokoh yang satu ini, Fazlur Rahman.

Dia adalah pemikir Islam di abad ke-19 yang pemikirannya kerap mengundang kontroversi, namun sebenarnya mengusung semangat perubahan yang positif dalam Islam.

Fazlur lahir di Pakistan pada 21 September 1919. Ia dilahirkan di tengah keluarga Muslim yang sangat taat dan menjalankan tradisi mazhab Hanafi.

Berkat latar belakang keluarga seperti itu pula, Fazlur tumbuh menjadi sosok Muslim yang juga sangat serius dalam beribadah.

Ayahnya adalah seorang alim yang terdidik dalam pola pemikiran Islam tradisional. Namun, sang ayah tidak menutup dirinya dengan modernitas.

Sang ayah mengajarkannya bahwa modernitas bukanlah racun, melainkan sebagai sebuah tantangan ataupun kesempatan yang baik untuk membangun keimanan dan moralitas. Ini pula yang diyakini Fazlur sejak kecil.

Setelah menamatkan pendidikan menengah, dia melanjutkan studi ke Universitas Punjab dan memperoleh gelar MA dalam sastra Arab pada 1942. Lalu, pada 1946, Fazlur melanjutkan pendidikannya ke Inggris. Keputusan untuk belajar ke Inggris dianggap sebagai hal yang aneh oleh orang-orang di sekitarnya.

Saat itu, tidak umum bila seorang Muslim pergi ke Barat untuk belajar Islam di sana. Bila ada yang berani mengambil langkah seperti ini, risikonya adalah ia tidak akan diterima kembali di negeri asalnya.

Namun, Fazlur tidak ambil pusing. Dia masuk sebagai mahasiswa program doktoral di Oxford University, Inggris. Pada 1951, dia berhasil meraih gelar doktor filsafat.

Setelah menamatkan pendidikan di Oxford, ia mengajar selama beberapa tahun di Durham University, Inggris. Selanjutnya, menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy di Institute of Islamic Studies, Mc Gill University, Kanada.

Fazlur Rahman kembali ke Pakistan sekitar 1960 dan menjabat selama beberapa waktu sebagai salah seorang staf senior pada Lembaga Riset Islam.

Dua tahun kemudian, ia ditunjuk sebagai direktur lembaga tersebut. Dia juga diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Ideologi Islam oleh Pemerintah Pakistan.

Di dua lembaga itulah, Fazlur berusaha menyebarkan pemikirannya tentang Islam.  Dia menggagas adanya penafsiran kembali Islam untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masa itu.

Kritik-kritiknya semakin tajam ketika mengemukakan pandangan tentang definisi “Islam” bagi Pakistan, terutama terhadap pandangan kaum tradisionalis dan fundamentalis.

Pandangan-pandangannya tentang alquran, hadis, dan hukum-hukum tentang berbagai masalah menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan dan berskala nasional. Situasi semakin tidak terkendali dan Fazlur terus-menerus mendapatkan hujatan.

Tidak ada yang mau mendukung pemikirannya. Akhirnya, Fazlur pun mengajukan pengunduran diri dari jabatan Direktur Lembaga Riset Islam. Tak lama kemudian, ia melepas jabatan sebagai anggota Dewan Penasihat Ideologi Islam Pakistan.

Hijrah ke Chicago

Merasa tak nyaman di Pakistan, dia memutuskan hijrah ke Chicago, Amerika Serikat (AS). Sejak 1970, ia menjabat sebagai guru besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya pada Department of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago.

Menetap di AS, Fazlur Rahman merasa memperoleh kebebasan intelektualnya. Ia  menyusun pemikiran-pemikirannya tentang pembaruan dalam Islam dan kepadanyalah para mahasiswa dari berbagai negeri Muslim belajar Islam.

Selain memberi kuliah dan kajian keislaman, dia aktif dalam berbagai kegiatan intelektual, seperti memimpin proyek penelitian, mengikuti berbagai seminar internasional, serta memberikan ceramah di berbagai pusat studi terkemuka.

Ia pun aktif menulis buku-buku keislaman dan menyumbangkan artikel ke berbagai jurnal internasional. Karya-karyanya mencakup hampir seluruh studi Islam normatif maupun historis.

Dan, dia mulai mengidentifikasi diri sebagai neomodernis sehubungan dengan usaha pembaruan yang sedang dilancarkan. Fazlur meninggal dunia pada 26 Juli 1988 di Chicago.

Sejumlah pengamat menilai Fazlur adalah seorang tokoh Islam liberal.

Namun, pengamat politik dan dosen pascasarjana Universitas Indonesia, Bachtiar Effendi, menyatakan pemikiran Fazlur tak bisa serta-merta dikaitkan dengan gerakan Islam liberal.

Dia adalah pengusung neomodernisme yang tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan liberalisme. Hal ini tampak dari sikap Fazlur yang tidak menentang adanya negara Islam, seperti Pakistan.

Ini bukanlah sikap seorang pendukung Islam liberal yang cenderung memisahkan agama dan nasionalitas.

“Dengan senang hati Fazlur menerima kenyataan bahwa Pakistan adalah negara Islam. Dengan senang hati pula Fazlur memberikan nasihat-nasihat dan masukan bagi Jenderal Ayyub Khan, pemimpin Pakistan kala itu,” ujarnya dalam peringatan mengenang 20 tahun wafatnya Fazlur Rahman, beberapa waktu lalu.

Meski demikian, penerimaan Fazlur terhadap gagasan negara Islam Pakistan bukannya tanpa sikap kritis. Ia berusaha memberi muatan dan isi yang berbeda kaitannya dengan negara Islam Pakistan.

Fazlur, menurut Bachtiar, adalah sosok pemikir yang kompleks, sehingga sebutan-sebutan, seperti tradisionalis, modernis, neotradisonalis, neomodernis, tidak cukup tepat untuk menjelaskan dirinya.

Yang pasti, Fazlur adalah tokoh Islam yang berusaha mengembalikan sifat Islam sebagai agama yang dinamis dan tidak kalah dengan modernitas yang bisa diterima kapan saja meskipun telah melintasi waktu ribuan tahun lamanya.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Fitria Andayani

No comments: