By Hino -
Tidak diketahui apa sebab nama tokoh wanita yang rela berkorban nyawa demi kemerdekaan Nusantara ini seolah seperti hilang tertelan bumi. Bisa dibilang meskipun nama besarnya boleh sejajar dengan Pahlawan Nasional macam Tjut Nyak Dhien, tetapi tidak banyak orang yang mengetahuinya.
Padahal dengan tinta emas, nama Laksamana Malahayati adalah perempuan pertama di dunia yang mampu memegang jabatan sebagai laksamana laut pertama di dunia. Ia sekaligus juga pemimpin Laskar Inong Balee, yaitu pasukan para janda prajurit/ pahlawan perang. Kurang lebih 2000 prajurit perempuan menjadi pasukannya. Meskipun berisi para janda, kegarangan Laskar Inong Balee sangat disegani oleh lawan dan kawan.
Salah satu kemenangan besar yang diraih Laksamana Malahayati bersama Laskar Inong Balee adalah saat mereka berhasil memukul mundur kapal perang Portugis yang hendak menguasai lautan. Padahal pada era tersebut para pelaut Portugis dikenal sebagai ‘raja lautan’, tapi mereka tidak berdaya menghadapi kehebatan Armada Laut Kesultan Aceh yang dipimpin Laksamana Malahayati.
Menurut catatan, Malahayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah yang hidup pada masa kejayaan Kesultanan Aceh yang kala itu dipimpin oleh Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV yakni pada rentang 1589 – 1604 M. Pada mulanya perempuan yang memiliki nama lengkap Keumala Hayati dipercaya sebagai pengawal dan protokol dalam dan luar istana berpasangan dengan Cut Limpah yang bertugas sebagai dinas rahasia dan intelejen negara.
Sebagaimana orang-orang Aceh pada umumnya, setelah menyelesaikan pendidikan keagamaan di Meunasah, ia langsung melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Kerajaan ; Ma’had Baitul Maqdis, suatu akademi militer modern pada jamannya yang dibangun dengan dukungan penuh dari Sultan Selim II, dari Turki Utsmaniyah.
`
Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV benar-benar mafhum, tanpa memiliki armada yang kuat, Kesultanan Aceh gak bakal aman dari gangguan para perompak yang acap kali mengganggu para saudagar dan pedagang hasil bumi di tengah lautan luas. Dengan kata lain, untuk menjamin keamanan dan kewibawaan kesultanan, maka Aceh harus memiliki armada yang benar-benar tangguh.
`
Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV benar-benar mafhum, tanpa memiliki armada yang kuat, Kesultanan Aceh gak bakal aman dari gangguan para perompak yang acap kali mengganggu para saudagar dan pedagang hasil bumi di tengah lautan luas. Dengan kata lain, untuk menjamin keamanan dan kewibawaan kesultanan, maka Aceh harus memiliki armada yang benar-benar tangguh.
Dengan disiplin yang tinggi dan semangat belajar yang luar biasa serta dukungan lebih dari seratus orang tenaga pengajar andal yang didatangkan dari Turki, para pemuda dan pemudi Aceh pun menimba ilmu dengan tekun di akademi militer tsb. Bahkan, di akademi pula Keumala Malahayati akhirnya bertemu jodohnya seorang kadet yang pada akhirnya menjadi laksamana tetapi sayang, sampai kini, nama sang suami yang gugur dalam pertempuran di Teluk Haru tetap tak diketahui dengan pasti.
Tidak disangka, karier militernya menanjak dengan pesat ketik ia berhasil memporakporandakan armada yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman sosok yang amat terkenal kekejamannya. Gak sampai disitu, dalam duel seru satu lawan satu diatas geladak pada 11 September 1599 Malahayati berhasil menghujamkan rencongnya ke dada Cornelis de Houtman.
Menurut kisah yang berkembang di masyarakat, gagang pada rencong yang dipakai untuk senjata tusuk berubah bentuk setelah Laksamana Malahayati berhasil menewaskan Cornelis de Houtman dan kesulitan mencabut senjata tersebut karena bersimbah dengan darah musuhnya. Alhasil, detik itu juga sang jendral yang terkenal kekejamannya itu tewas di tangan wanita Aceh nan perkasa. Bahkan, sang adik, Frederich de Houtman berhasil di tawan dan dipenjarakan di Aceh selama satu tahun.
Keberhasilan serta kemampuannya membuat Malahayati berhak menyandang gelar laksamana suatu tugas yang luar biasa besar yang diemban oleh seorang wanita sebagai pendamping hidup lelaki semata.
Sejarah juga mencatat keberhasilah Malahayati menghalau Armada Portugis dan Belanda yang hendak masuk ke Aceh. Keberhasilan pimpinan Laskar Inong Balee ini ditulis dengan baik oleh seorang wanita berkebangsaan Belanda yaitu Marie Van Zuchtelen dalam bukunya yang berjudul Vrouwlijke Admiral Malahayati (Malahayati Sang Admiral Wanita).
Sebagai penjaga pintu gerbang utama untuk masuk ke Kesultanan Aceh, ternyata nama Malahayati membuat gentar siapan yang coba-coba masuk untuk mencaplok Bumi Pertiwi. Hal ini nampak dengan jelas betapa Inggris berhasil melewati wilayah tersebut dengan melalui jalan damai.
Kini, makam Laksamana Keumala Hayati yang akhirnya lebih dikenal sebagai Laksamana Malahayati terdapat di atas bukit dan berjarak sekitar tiga kilo meter dari Benteng Inong Balee. Sungguh sayang keperkasaan sang Laksamana seolah tak banyak diketahui oleh generasi penerus Bangsa Indonesia.
Ada yang menyatakan bahwa berbagai data tentang Laksamana Malahayati sengaja di hancurkan oleh penjajah Belanda karena mereka malu menerima kenyataan betapa Cornelis de Houtman tewas dalam duel yang jujur.
Tetapi banyak pula yang berpendapat Laksamana Malahayati berjuang tanpa pamrih untuk kejayaan kesultanan Aceh sebagai amanah suaminya tercinta. (*)
sumber:
https://www.suratkabar.id/18988/peristiwa/inspiratif-inilah-sosok-pahlawan-perempuan-dari-aceh-yang-terlupakan-sejarah